Senin, 04 Januari 2021

Ummahat Al-Mukminin ( أُمَّهَاتُ الْمُؤْمِنِيْنَ ) IBUNDA ORANG-ORANG BERIMAN (‘AISYAH binti Abū Bakr 7)

 PERISTIWA HUDAIBIYAH

 

 

Situs Hudaibiyah (Ilustrasi)

P
erkembangan yang terjadi di Jazirah Arab semakin menguntung pihak kaum Muslimin. Sedikit demi sedikit sudah mulai terlihat sinyal-sinyal kemenangan yang besar dan keberhasilan dakwah Islam. Langkah permulaan sudah dirancang untuk mendapatkan pengakuan terhadap hak-hak kaum Muslimin dalam melakasanakan ibadah di Masjidil Haram, yang dihalang-halangi orang-orang musyrik selama enam tahun.

 

Selagi masih berada di Madinah, Rasulullah bermimpi bahwa beliau bersama para sahabat memasuki Masjidil Haram, mengambil kunci Ka’bah, melaksanakan thawaf dan umrah, sebagaian sahabat ada yang mencukur dan sebagian lain ada yang memendekkan rambutnya. Nabi menyampaikan mimpinya ini kepada para sahabat sehingga merasa senanglah mereka dan mengira bahwa pada tahun itu pulalah mereka akan bisa memasuki Makkah. Tak lama kemudian Nabi mengumumkan hendak melaksanakan umrah. Maka mereka melakukan persiapan untuk mengadakan perjalanan jauh. Bahkan orang-orang Badui yang mendengar niat Nabi ini juga berdatangan untuk bergabung.

 

Nabi mencuci pakaian lalu menaiki untanya yang bernama Al-Qashwa, sementara Madinah diserahkan kepada Ibnu Ummi Maktum atau pun Numailah Al-Laitsy. Keberangkatan beliau tepat pada hari Senin tanggal 1 Dzul Qa’dah 6 H. Diantara istri Nabi yang ikut adalah Ummu Salamah. Adapun jumlah sahabat yang ibut ada seribu empat ratus orang, namun ada yang mengatakan seribu lima ratus orang. Mereka berangkat tanpa membawa senjata apapun kecuali senjata yang biasa dibawa oleh musafir, yaitu pedang yang dimasukkan ke dalam sarungnya.[1]

 

Hanya saja, perjalanan ini tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan. Kaum Quraisy berupaya untuk menggagalkannya. Setelah mendengar keberangkatan Rasulullah , Quraisy segera menyelenggarakan majelis permusyawaratan. Keputusannya, apapun caranya mereka hendak menghalangi orang-orang Muslim memasuki Masjidil Haram. Orang-orang Quraisy memberangkatkan pasukan dan tiba di Dzi Thuwa. Juga, ada dua ratus penunggang kuda di bawah komando Khalid bin Walid yang mengambil posisi di Kura’ Al-Ghamim, di jalur utama menuju Makkah.

 

Khalid bin Walid melihat orang-orang Muslim melaksanakan Shalat Dzuhur sehingga dia berkata, “mereka pasti lengah, andaikan kita menyerang mereka secara serentak tentu kita bisa mengalahkan mereka”. Maka dia memutuskan untuk menyerang kaum Muslimin saat shalat ashar secara serentak. Tetapi Allah menurunkan hukum shalat khauf sehingga kesempatan itu pun hilang dari tangan Khalid dan Quraisy.

 

Rasulullah mengambil jalur yang sulit dan berat di antara celah-celah gunung, membawa para sahabat ke arah kanan, melewati Al-Hamsy menuju Taniyatul Murar sebelum turun ke Hudaibiyah. Beliau tidak melewati jalan utama menuju Makkah yang melewati Tan’im, atau beliau tidak melewati jalan ke arah kiri. Setelah Khalid bin Al-Walid dan pasukannya melihat kepulan debu yang ditinggalkan kaum Muslimin dan dia menyadari bahwa kaum Muslimin itu telah lolos, maka secepatnya ia kembali ke Makkah dan memperingatkan Quraisy.

 

Raulullah meneruskan perjalanan. Setelah tiba di Tsaniyatul Murar, Al-Qashwa menderum. Orang-orang berkata, “biarkan ia istirahat sebentar, biarkan ia istirahat sebentar!”.

 

Lalu unta itu disuruh bangkit kembali. Mereka berkata, “Al-Qashwa tetap menderum, Al-Qashwa tetap menderum”.

 

Nabi bersabda, “Tidaklah Al-Qashwa menderum, dan tidaklah tindakannya itu karena kehendaknya sendiri melainkan dia ditahan (malaikat) yang dulu menahan pasukan gajah.” Kemudian Nabi bersabda lagi, “Demi yang diriku ada di tangan-Nya, jika mereka meminta kepadaku suatu rencana untuk menghormati apa-apa yang telah disucikan Allah, tentu aku akan memberikannya.” Dan dibentaknya unta itu sehingga bangkit dan berjalan lagi hingga memasuki ujung Hudaibiyah, di dekat suatu kolam yang disana hanya terdapat air sedikit. Orang-orang mengambilnya sedikit-sedikit namun tetap tidak cukup. Lalu diadukanlah keadaan itu kepada Nabi , sehingga beliau memungut anak panah dari tabungnya lalu memerintahkan agar anak panah itu ditancapkan di kolam dan air pun memancar deras. Orang-orang terus menerus mengambil air itu hingga mereka puas.

 

Tak ayal lagi, Quraisy tidak senang dengan kedatangan Nabi meski kedatangan nabi itu dengan jalan damai sehingga mereka merencanakan berbagai jalan untuk menghalanginya. Ketika Nabi sudah di Hudaibiyah dan sudah merasa tenang berada disana, muncullah Budail bin Warqa’ Al-Khuza’y bersama beberapa orang dari Banu Khuza’ah. Budail berkata: “Saat aku meninggalkan Ka’ab bin Lu’ay, mereka siap berangkat ke Hudaibiyah dengan membawa pasukan. Mereka hendak memerangi engkau dan menghalangi engkau memasuki Masjidil Haram”.

 

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kami datang bukan untuk memerangi seseorang. Tetapi kami datang untuk melakukan umrah. Rupanya orang-orang Quraisy sudah semakin surut dan menjadi buta karena peperangan. Jika mereka menghendaki, engkau bisa membujuk mereka dan membukakan jalan bagiku, dan jika mereka menghendaki untuk memasuki sesuatu yang biasa dimasuki manusia maka mereka bisa melakukannya yang berarti mereka masih memiliki nyali. Namun jika tidak menghendaki kecuali perang, maka demi diriku yang ada di tangan-Nya, aku pasti akan melayani keinginan mereka hingga kemenangan yang lalu hanya menjadi milikku atau biarlah Allah menentukan keputusannya.”

 

Budail berkata, “Aku akan menyampaikan apa yang engkau katakan ini kepada mereka”.

 

Maka berangkatlah Budail menemui Quraisy dan mengatakan kepada mereka,

 

“Aku mendengar dia berkata begini dan begitu,”.

 

Kemudian Quraisy mengutus Mikraz dan Hafsh.

 

Saat melihat kehadirannya Rasulullah bersabda, “Dia adalah orang yang suka berkhianat”.

 

Saat sudah berhadapan, Nabi mengucapkan seperti yang sudah diucapkannya kepada Budail dan rekan-rekannya dari Bani Khuza’ah. Setelah itu Budail kembali lagi menemui Quraisy dan menyampaikan sabda Nabi .

 

Terdapat seorang dari Kinanah yang bernama Al-Hulais bin Al-Qomah. Dia berkata kepada Quraisy, “biarkan aku menemui Muhammad”.

 

Saat Rasulullah dan para sahabat melihat kedatangannya dari jauh Nabi bersabda, “itu adalah Fulan berasal dari kaum yang sangat menghormati hewan qurban. Lepaskan hewan-hewan qurban agar mendekatinya”.

 

Sementara itu para sahabat menyambut Al-Hulais dengan talbiyah. Melihat hal itu, Al-Hulais berkata, “Maha Suci Allah. Tidak selayaknya orang-orang Quraisy menghalangi mereka untuk memasuki Masjidil Haram”. Lalu dia langsung balik badan menemui rekan-rekannya dari Quraisy sambil berkata,

 

“Aku melihat hewan-hewan qurban yang telah diikat dan diberi tanda. Menurut pendapatku tidak selayaknya mereka dihalang-halangi”.

 

Setelah itu terjadi perdebatan sengit antara Hulais dengan orang-orang Quraisy.

 

Sekarang gilirannya Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi untuk maju menemui Nabi sebagai utusan Quraisy. Nabi sendiri ketika berhadapan dengan Urwah ini, beliau tetap menyampaiakan apa yang telah disampaikannya kepada Budail.

 

Urwah berkata, “wahai Muhammad, apa pendapatmu jika kaummu binasa semua? Apakah engkau pernah mendengar ada seseorang dari bangsa Arab yang membinasakan keluarganya sendiri sebelummu? Jika memang ada pendapat yang lain, maka demi Allah aku mempunyai beberapa alternatif dan juga kulihat semua rakyat akan keluar dan menyerumu”.

 

Nabi berbisik, “Hisaplah darah Lata hingga mati”.

 

“Siapa yang engkau maksudkan?” tanya Urwah.

 

“Ini, Abu bakar,” para sahabat menjawab. Saat itu Abu Bakar ada di belakang Nabi

 

Urwah berkata, “Demi diriku yang ada di Tangan-Nya, andaikata tidak karena tugas di pundakku saat ini, tentu aku akan memenuhi apa yang engkau inginkan”.

 

Lalu Urwah berbincang-bincang dengan Nabi . Setiap kali berkata, Urwah memegang jenggot Nabi .

 

Al-Mughirah bin Syu’bah berjaga-jaga di dekat kepala Nabi sambil menghunus pedangnya. Ketika Urwah hendak memegang jenggot Nabi , maka Al-Mughirah memukul tangan Urwah dengan punggung pedangnya sambil berkata,

 

“Jauhkan tanganmu dari jenggot Rasulullah !”

 

Urwah mengdongakkan kepalanya lalu bertanya, “Siapakah orang ini?”

 

“Al-Mughirah bin Syu’bah,” jawab para sahabat yang ada di dekatnya.

 

Al-Mughirah sendiri sebenarnya adalah keponakan Urwah. Sebelum Al-Mughirah masuk Islam, dia pernah membunuh beberapa orang dan merampas harta mereka. Dan Urwah harus mengeluarkan uang tebusan untuk diserahkan kepada keluarga korban. Setelah itu Al-Mughirah mendatangi Rasulullah dan masuk Islam. Ketika itu Nabi bersabda, “aku bisa menerima keislamanmu, tetapi harta benda yang engkau bawa aku tidak mempunyai urusan dengannya.”

 

Urwah berkata kepada Al-Mughirah:

 

“Hai anak nakal! Bukankah aku yang membereskan urusan kenakalanmu dulu?”

 

Kemudian Urwah menyibak kerumunan para sahabat dan kembali kepada rekan-rekannya dari kaum Quraisy.

 

“Wahai semua orang, demi Allah aku pernah menjadi utusan untuk menemui raja, Kaisar dan Kisra. Demi Allah, tidak pernah kulihat seorang raja yang diagung-agungkan rekan-rekannya seperti yang dilakukan rekan-rekannya Muhammad terhadapnya. Demi Allah, setiap kali Muhammad mengeluarkan dahak, maka dahak itu pasti jatuh di telapak tangan salah seorang di antara mereka lalu orang itu mengusap-usapkannya ke wajah atau ke kulit badanya. Jika dia memberikan perintah, maka mereka segera melaksanakan perintahnya. Jika dia wudlu, maka mereka seperti orang yang sedang bertengkar karena berebut sisa air wudlunya. Jika dia berbicara, maka mereka menghentikan pembicaraan di depannya. Mereka tidak pernah menghunjam pandangan ke wajahnya karena penghormatan terhadap dirinya. Dia telah menyampaikan tawaran yang layak kepada kalian. Karena itu terimalah tawaran itu.”

 

Klik Untuk Lanjutkan Membaca :

 

Pernikahan Khadijah Dengan Muhammad

Permulaan Turunnya Wahyu Kepada Muhammad

Penolakan Dan Ancaman Kaum Quraisy

Tahun Dukacita (عام الحزن)

Peristiwa Thaif

Saudah Binti Zam'ah

Peristiwa Isra Mi'raj

Permulaan Hijrah Ke Yatsrib

Pernikahan ‘Aisyah Dengan Nabi 

Peran ‘Aisyah Sebagai Perempuan Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadits

Peran ‘Aisyah Dan Istri-Istri Nabi Dalam Perang

الإفْكِ Berita Bohong Yang Menimpa ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)

Hukuman yang Ditimpakan kepada Para Pembawa Berita Bohong 

HIRUK PIKUK dalam KELUARGA NABI  

PERISTIWA HUDAIBIYAH 



[1] Al-Mubarakfuri, Shafiyyurahman, Syaikh. Arrahiiq Al-Makhtum/ Sirah Nabawiyah, Penerjemah: Kathur Suhardi; Penyunting Yasir Maqosid; cet 1 – Jakarta, Al-Kautsar, 1997.

Saran Bacaan untuk Anda

Adab Murid dan Guru

Oleh: سعيد حوى   Murid memiliki adab dan tugas (wazhifah) lahiriyah yang banyak, di antara abab dan tugas seorang murid adalah tidak b...

Postingan Terpopuler