Hukuman yang Ditimpakan kepada Para Pembawa Berita Bohong
Siti
‘Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ibunya berkata kepada-nya,
"Mendekatlah kamu kepadanya." Aku menjawab, "Demi Allah, aku
tidak mau mendekat kepadanya dan aku tidak mau memuji kecuali hanya kepada
Allah Swt. yang telah menurunkan pembersihan diriku." Allah
menurunkan firman-Nya yang berbunyi:
{إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ
مِنْكُمْ}
Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. (An-Nur:
11), hingga akhir ayat 21.
Setelah
Allah Swt. menurunkan ayat yang membersihkan namaku ini, maka Abu Bakar r.a.
yang tadinya biasa memberikan nafkah kepada Mistah ibnu Asasah —karena masih
kerabatnya dan termasuk orang miskin— mengatakan, "Demi Allah, aku tidak
akan memberinya lagi nafkah barang sedikit pun selama-lamanya sesudah apa yang
ia katakan terhadap ‘Aisyah." Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya:
{وَلا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ
وَالسَّعَةِ}
Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan)
kepada kaum kerabat(nya). (An-Nur: 22)
sampai
dengan firman Allah Swt.:
{أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ
لَكُمْ}
Apakah
kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni kalian? Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nur: 22)
Maka
Abu Bakar berkata, "Tidak, demi Allah, sesungguhnya kini aku suka bila diampuni
oleh Allah." Maka ia kembali memberikan nafkahnya kepada Mistah
sebagaimana biasanya. Dan Abu Bakar berkata, "Demi Allah, aku tidak akan
mencabut nafkahku (kepadanya) untuk selama-lamanya."
Siti
‘Aisyah melanjutkan kisahnya, "Sebelum itu Rasulullah ﷺ pernah
bertanya kepada Zainab binti Jahsy —yang juga istri beliau— tentang
perihal diriku. Rasulullah ﷺ bersabda, 'Hai Zainab, apakah
yang kamu ketahui dan yang kamu lihat (dari ‘Aisyah)?' Zainab menjawab,
'Wahai Rasulullah, aku memelihara pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah,
aku tidak mengetahui kecuali hanya kebaikan saja'."
Siti ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) melanjutkan kisahnya, "Zainablah di antara istri Nabi ﷺ yang setara denganku, maka Allah memeliharanya dengan sifat wara'." Akan tetapi, saudara perempuannya yang bernama Hamnah binti Jahsy bersikap oposisi terhadap Siti ‘Aisyah, maka ia binasa bersama orang-orang yang binasa.
Ibnu
Syihab mengatakan, "Demikianlah kisah yang sampai kepada kami tentang
mereka."
Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada
kami Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Siti ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) yang berkata,
"Ketika diturunkan ayat yang membebaskan diriku dari langit, Nabi ﷺ datang
kepadaku dan menyampaikannya kepadaku. Maka
aku berkata, 'Saya memuji kepada Allah dan tidak memuji kepadamu'."
Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Adi, dari Muhammad ibnu
Ishaq, dari Abdullah ibnu Abu Bakar, dari Amrah, dari Siti ‘Aisyah yang
mengatakan, "Setelah diturunkan wahyu yang membersihkan diriku, Rasulullah
ﷺ berdiri, lalu menceritakan hal tersebut dan beliau membacakannya.
Setelah turun (dari mimbarnya) beliau memerintahkan agar
menangkap dua orang laki-laki dan seorang wanita, kemudian mereka dijatuhi
hukuman dera sebagai had mereka."
Para
pemilik kitab sunan yang empat orang telah meriwayatkan hadits ini, selanjutnya
Imam Turmuzi (salah seorang dari mereka) menilai bahwa hadits ini hasan. Dalam
teks hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud disebutkan nama mereka yang
dihukum dera itu, yaitu Hassan ibnu Sabit, Mistah ibnu
Asasah, dan Hamnah binti Jahsy.
Demikianlah
jalur-jalur yang meriwayatkan hadits ini melalui berbagai sumber dari Siti
‘Aisyah Ummul Mu’minin (رضي
الله ﻋﻧﻬﺎ) yang terdapat
di dalam kitab-kitab musnad, kitab-kitab sahih, kitab-kitab sunan, dan
kitab-kitab hadits lainnya.
Ketika
Siti ‘Aisyah sedang menjelang ajalnya, Ibnu Abbas menjenguknya, maka Ibnu Abbas
berkata menghibur hatinya, "Bergembiralah kamu, sesungguhnya kamu adalah
istri Rasulullah ﷺ dan beliau sangat mencintaimu. Beliau
belum pernah kawin dengan seorang perawan selain engkau, dan pembersihan namamu
diturunkan dari langit."
‘Aisyah
dan Zainab saling membanggakan diri. Zainab berkata, "Aku adalah wanita
yang perintah perkawinanku diturunkan dari langit." ‘Aisyah berkata,
"Aku adalah wanita yang pembersihan namaku termaktub di dalam Kitabullah
saat Safwan ibnul Mu'attal membawaku di atas kendaraannya." Zainab
berkata, "Hai ‘Aisyah, apakah yang kamu katakan ketika kamu menaiki unta
kendaraannya?" Siti ‘Aisyah menjawab, "Aku ucapkan, 'Cukuplah Allah
bagiku, Dia adalah sebaik-baik Pelindung'." Zainab berkata, "Engkau
telah mengucapkan kalimat orang-orang mukmin"
Firman
Allah Swt:
{لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ
مِنَ الإثْمِ}
Tiap-tiap
seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. (An-Nur:
11), hingga akhir ayat.
Yakni bagi
tiap-tiap orang di antara mereka yang membicarakan peristiwa itu dan menuduh
Ummul Mu’minin Siti ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) berbuat keji
(zina) akan mendapat bagian dari azabnya yang besar.
{وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ}
Dan
siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran
berita bohong itu. (An-Nur: 11)
Menurut
suatu pendapat, makna ayat ialah orang yang mulai mencetuskan berita bohong.
Menurut pendapat yang lainnya lagi ialah orang yang menghimpunnya, membubuhi
asam garamnya, dan menyiarkan serta menenarkannya.
{لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ}
baginya
azab yang besar. (An-Nur: 11)
sebagai
pembalasan dari perbuatannya itu.
Menurut
kebanyakan ulama, yang dimaksud oleh ayat ini tiada lain adalah Abdullah ibnu
Ubay ibnu Salul; semoga Allah menghukum dan melaknatnya. Dialah
orang yang disebutkan di dalam teks hadits yang telah disebutkan di atas.
Pendapat ini dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Menurut
pendapat lainnya, yang dimaksud adalah Hassan ibnu Sabit, tetapi pendapat ini garib
(menyendiri).
Seandainya
tidak disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari sesuatu yang menunjukkan
ke arah itu, tentulah penyebutannya di antara orang-orang yang terlibat dalam
peristiwa ini tidak mengandung faedah yang besar. Karena
sesungguhnya dia adalah seorang sahabat yang memiliki banyak keutamaan di
antara sahabat-sahabat lainnya yang mempunyai keutamaan, sepak terjang yang
terpuji, dan jejak-jejak peninggalan yang baik. Dia adalah seorang yang membela
Rasulullah ﷺ melalui syairnya, dan dialah orang yang Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya:
"هَاجِهِمْ وَجِبْرِيلُ مَعَكَ"
Balaslah
cacian mereka, dan Jibril mendukungmu.
Al-A'masy
telah meriwayatkan dari Abud Duha, dari Masruq yang mengatakan bahwa ketika ia
sedang berada di rumah Siti ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ), tiba-tiba
masuklah Hassan ibnu Sabit. Lalu Siti ‘Aisyah memerintahkan
agar disediakan bantal duduk untuknya. Setelah Hassan keluar, aku berkata
kepada ‘Aisyah, "Mengapa engkau bersikap demikian?" Yakni membiarkan
dia masuk menemuimu. Menurut riwayat lain dikatakan kepada ‘Aisyah,
"Apakah engkau mengizinkan orang ini (Hassan) masuk menemuimu? Padahal
Allah Swt. telah berfirman: 'Dan siapa di antara mereka yang mengambil
bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang
besar.' (An-Nur: 11)
Siti ‘Aisyah
menjawab, "Azab apa lagi yang lebih berat daripada kebutaan?"
Sedangkan saat itu kedua mata Hassan ibnu Sabit telah buta, barangkali hal
itulah yang dijadikan azab yang hebat baginya oleh Allah Swt. Kemudian Siti
‘Aisyah berkata," Sesungguhnya dia pernah membela Rasulullah ﷺ melalui syairnya."
Menurut
riwayat yang lain, ketika Hassan hendak masuk menemuinya, ia mendendangkan
sebuah bait syair yang memuji Siti ‘Aisyah, yaitu:
حَصَان رَزَانٌ مَا تُزَنّ بِرِيبَةٍ ... وتُصْبح غَرْثَى مِنْ
لُحوم الغَوَافل ...
Wanita
yang anggun yang tidak patut dicurigai, tetapi pada pagi harinya haus dengan
mempergunjingkan wanita-wanita yang terhormat lagi dalam keadaan lalai.
Selanjutnya
Hassan mengatakan, "Adapun engkau tidak demikian." Menurut riwayat
lain Hassan berkata, "Tetapi engkau tidaklah demikian."
Ibnu Jarir
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Quza'ah, telah
menceritakan kepada kami Salamah ibnu Alqamah, telah menceritakan kepada kami
Daud, dari Amir, dari ‘Aisyah, bahwa ia pernah berkata, "Aku belum pernah
mendengar suatu syair pun yang lebih baik daripada syair Hassan, dan tidak
sekali-kali saya mendendangkannya melainkan saya berdoa semoga dia memperoleh
surga, yaitu ucapannya kepada Abu Sufyan ibnul Haris ibnu Abdul Muttalib:
هَجَوتَ مُحَمَّدا فَأجبتُ عَنْهُ ... وَعندَ اللَّهِ فِي ذَاكَ
الجزاءُ ...
فَإنَ أَبِي وَوَالده وعِرْضي ... لعرْضِ مُحَمَّد مِنْكُمْ
وقاءُ ...
أَتَشْتُمُه، ولستَ لَه بكُفءٍ? ... فَشَرُّكُمَا لخَيْركُمَا
الفدَاءُ ...
لِسَانِي صَارمٌ لَا عَيْبَ فِيه ... وَبَحْرِي لَا تُكَدِّرُه
الدِّلاءُ ...
Engkau
telah mengejek Muhammad, maka aku menjawabmu sebagai ganti darinya, dan hanya
berharap pahala dari sisi Allah sajalah aku lakukan ini. Dan sesungguhnya
ayahku dan anaknya serta kehormatanku kukorbankan demi membela kehormatan
Muhammad dari ejekanmu. Apakah engkau mencacinya, sedangkan engkau tidak
sepadan dengannya? Sebenarnya orang yang terburuk di antara kamu berdua menjadi
tebusan bagi orang yang terbaik di antara kamu. Lisanku cukup tajam, tidak
pernah tercela, dan lautku tidak akan kering oleh banyaknya timba (yang
mengambili airnya).
Ketika
dikatakan kepada Siti ‘Aisyah, "Hai Ummul Mu’minin, bukankah ini namanya
perkataan yang tidak berguna?" Siti ‘Aisyah menjawab, "Tidak,
sesungguhnya yang dikatakan perkataan yang tidak berguna ialah syair-syair yang
membicarakan tentang wanita."
Ketika
dikatakan kepadanya bahwa bukankah Allah Swt. telah berfirman: Dan siapa di
antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong
itu, baginya azab yang besar. (An-Nur: 11)
Siti
‘Aisyah menjawab, "Bukankah kedua matanya telah buta dan dilukai oleh
pukulan pedang?" Ia bermaksud pukulan pedang yang dilakukan oleh Safwan
ibnul Mu'attal As-Sulami terhadapnya saat Safwan mendengar berita bahwa
Hassan ibnu Sabit membicarakan tentang berita bohong mengenai dirinya itu. Lalu
Safwan memukulnya dengan pedang dan hampir membunuhnya.
‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) sendiri memaafkan
mereka yang terlibat dalam fitnah itu dan di tahun-tahun berikutnya tak
terdengar lagi sesuatu yang buruk tentang mereka.
Kenyataan bahwa
kehormatan dan reputasi ‘Aisyah telah dilindungi oleh wahyu yang turun dari
Allah tak bisa diabaikan oleh siapa pun, dan sejak saat itu semua orang mulai
sadar tentang status ‘Aisyah yang tinggi di sisi Allah.
Klik Untuk Lanjutkan Membaca :
Pernikahan Khadijah Dengan Muhammad
Permulaan Turunnya Wahyu Kepada Muhammad
Penolakan Dan Ancaman Kaum Quraisy
Pernikahan ‘Aisyah Dengan Nabi ﷺ
Peran ‘Aisyah Sebagai Perempuan Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadits
Peran ‘Aisyah Dan Istri-Istri Nabi Dalam Perang