Rabu, 30 Desember 2020

Ummahat Al-Mukminin ( أُمَّهَاتُ الْمُؤْمِنِيْنَ ) IBUNDA ORANG-ORANG BERIMAN (‘AISYAH binti Abū Bakr 5)

 Hukuman yang Ditimpakan kepada Para Pembawa Berita Bohong

 

Siti ‘Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ibunya berkata kepada-nya, "Mendekatlah kamu kepadanya." Aku menjawab, "Demi Allah, aku tidak mau mendekat kepadanya dan aku tidak mau memuji kecuali hanya kepada Allah Swt. yang telah menurunkan pembersihan diriku." Allah menurunkan firman-Nya yang berbunyi:

 

{إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ}

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. (An-Nur: 11), hingga akhir ayat 21.

 

Setelah Allah Swt. menurunkan ayat yang membersihkan namaku ini, maka Abu Bakar r.a. yang tadinya biasa memberikan nafkah kepada Mistah ibnu Asasah —karena masih kerabatnya dan termasuk orang miskin— mengatakan, "Demi Allah, aku tidak akan memberinya lagi nafkah barang sedikit pun selama-lamanya sesudah apa yang ia katakan terhadap ‘Aisyah." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:

 

{وَلا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ}

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya). (An-Nur: 22)

sampai dengan firman Allah Swt.:

{أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ}

Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni kalian? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nur: 22)

 

Maka Abu Bakar berkata, "Tidak, demi Allah, sesungguhnya kini aku suka bila diampuni oleh Allah." Maka ia kembali memberikan nafkahnya kepada Mistah sebagaimana biasanya. Dan Abu Bakar berkata, "Demi Allah, aku tidak akan mencabut nafkahku (kepadanya) untuk selama-lamanya."

 

Siti ‘Aisyah melanjutkan kisahnya, "Sebelum itu Rasulullah pernah bertanya kepada Zainab binti Jahsy —yang juga istri beliau— tentang perihal diriku. Rasulullah bersabda,  'Hai Zainab, apakah yang kamu ketahui dan yang kamu lihat (dari ‘Aisyah)?' Zainab menjawab, 'Wahai Rasulullah, aku memelihara pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali hanya kebaikan saja'."

 

Siti ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) melanjutkan kisahnya, "Zainablah di antara istri Nabi yang setara denganku, maka Allah memeliharanya dengan sifat wara'." Akan tetapi, saudara perempuannya yang bernama Hamnah binti Jahsy bersikap oposisi terhadap Siti ‘Aisyah, maka ia binasa bersama orang-orang yang binasa.

 

Ibnu Syihab mengatakan, "Demikianlah kisah yang sampai kepada kami tentang mereka."

 

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Siti ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) yang berkata, "Ketika diturunkan ayat yang membebaskan diriku dari langit, Nabi datang kepadaku dan menyampaikannya kepadaku. Maka aku berkata, 'Saya memuji kepada Allah dan tidak memuji kepadamu'."

 

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Adi, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Abdullah ibnu Abu Bakar, dari Amrah, dari Siti ‘Aisyah yang mengatakan, "Setelah diturunkan wahyu yang membersihkan diriku, Rasulullah berdiri, lalu menceritakan hal tersebut dan beliau membacakannya. Setelah turun (dari mimbarnya) beliau memerintahkan agar menangkap dua orang laki-laki dan seorang wanita, kemudian mereka dijatuhi hukuman dera sebagai had mereka."

 

Para pemilik kitab sunan yang empat orang telah meriwayatkan hadits ini, selanjutnya Imam Turmuzi (salah seorang dari mereka) menilai bahwa hadits ini hasan. Dalam teks hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud disebutkan nama mereka yang dihukum dera itu, yaitu Hassan ibnu Sabit, Mistah ibnu Asasah, dan Hamnah binti Jahsy.

 

Demikianlah jalur-jalur yang meriwayatkan hadits ini melalui berbagai sumber dari Siti ‘Aisyah Ummul Mu’minin (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) yang terdapat di dalam kitab-kitab musnad, kitab-kitab sahih, kitab-kitab sunan, dan kitab-kitab hadits lainnya.

 

Ketika Siti ‘Aisyah sedang menjelang ajalnya, Ibnu Abbas menjenguknya, maka Ibnu Abbas berkata menghibur hatinya, "Bergembiralah kamu, sesungguhnya kamu adalah istri Rasulullah dan beliau sangat mencintaimu. Beliau belum pernah kawin dengan seorang perawan selain engkau, dan pembersihan namamu diturunkan dari langit."

 

‘Aisyah dan Zainab saling membanggakan diri. Zainab berkata, "Aku adalah wanita yang perintah perkawinanku diturunkan dari langit." ‘Aisyah berkata, "Aku adalah wanita yang pembersihan namaku termaktub di dalam Kitabullah saat Safwan ibnul Mu'attal membawaku di atas kendaraannya." Zainab berkata, "Hai ‘Aisyah, apakah yang kamu katakan ketika kamu menaiki unta kendaraannya?" Siti ‘Aisyah menjawab, "Aku ucapkan, 'Cukuplah Allah bagiku, Dia adalah sebaik-baik Pelindung'." Zainab berkata, "Engkau telah mengucapkan kalimat orang-orang mukmin"

 

 

Firman Allah Swt:

{لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ}

Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. (An-Nur: 11), hingga akhir ayat.

 

Yakni bagi tiap-tiap orang di antara mereka yang membicarakan peristiwa itu dan menuduh Ummul Mu’minin Siti ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) berbuat keji (zina) akan mendapat bagian dari azabnya yang besar.

 

{وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ}

Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu. (An-Nur: 11)

 

Menurut suatu pendapat, makna ayat ialah orang yang mulai mencetuskan berita bohong. Menurut pendapat yang lainnya lagi ialah orang yang menghimpunnya, membubuhi asam garamnya, dan menyiarkan serta menenarkannya.

 

{لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ}

baginya azab yang besar. (An-Nur: 11)

sebagai pembalasan dari perbuatannya itu.

 

Menurut kebanyakan ulama, yang dimaksud oleh ayat ini tiada lain adalah Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul; semoga Allah menghukum dan melaknatnya. Dialah orang yang disebutkan di dalam teks hadits yang telah disebutkan di atas. Pendapat ini dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

 

Menurut pendapat lainnya, yang dimaksud adalah Hassan ibnu Sabit, tetapi pendapat ini garib (menyendiri).

 

Seandainya tidak disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari sesuatu yang menunjukkan ke arah itu, tentulah penyebutannya di antara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa ini tidak mengandung faedah yang besar. Karena sesungguhnya dia adalah seorang sahabat yang memiliki banyak keutamaan di antara sahabat-sahabat lainnya yang mempunyai keutamaan, sepak terjang yang terpuji, dan jejak-jejak peninggalan yang baik. Dia adalah seorang yang membela Rasulullah melalui syairnya, dan dialah orang yang Rasulullah bersabda kepadanya:

 

"هَاجِهِمْ وَجِبْرِيلُ مَعَكَ"

Balaslah cacian mereka, dan Jibril mendukungmu.

 

Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abud Duha, dari Masruq yang mengatakan bahwa ketika ia sedang berada di rumah Siti ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ), tiba-tiba masuklah Hassan ibnu Sabit. Lalu Siti ‘Aisyah memerintahkan agar disediakan bantal duduk untuknya. Setelah Hassan keluar, aku berkata kepada ‘Aisyah, "Mengapa engkau bersikap demikian?" Yakni membiar­kan dia masuk menemuimu. Menurut riwayat lain dikatakan kepada ‘Aisyah, "Apakah engkau mengizinkan orang ini (Hassan) masuk menemuimu? Padahal Allah Swt. telah berfirman: 'Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar.' (An-Nur: 11)

 

Siti ‘Aisyah menjawab, "Azab apa lagi yang lebih berat daripada kebutaan?" Sedangkan saat itu kedua mata Hassan ibnu Sabit telah buta, barangkali hal itulah yang dijadikan azab yang hebat baginya oleh Allah Swt. Kemudian Siti ‘Aisyah berkata," Sesungguhnya dia pernah membela Rasulullah melalui syairnya."

 

Menurut riwayat yang lain, ketika Hassan hendak masuk menemuinya, ia mendendangkan sebuah bait syair yang memuji Siti ‘Aisyah, yaitu:

 

حَصَان رَزَانٌ مَا تُزَنّ بِرِيبَةٍ ... وتُصْبح غَرْثَى مِنْ لُحوم الغَوَافل ...

Wanita yang anggun yang tidak patut dicurigai, tetapi pada pagi harinya haus dengan mempergunjingkan wanita-wanita yang terhormat lagi dalam keadaan lalai.

 

Selanjutnya Hassan mengatakan, "Adapun engkau tidak demikian." Menurut riwayat lain Hassan berkata, "Tetapi engkau tidaklah demikian."

 

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Quza'ah, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Alqamah, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Amir, dari ‘Aisyah, bahwa ia pernah berkata, "Aku belum pernah mendengar suatu syair pun yang lebih baik daripada syair Hassan, dan tidak sekali-kali saya mendendang­kannya melainkan saya berdoa semoga dia memperoleh surga, yaitu ucapannya kepada Abu Sufyan ibnul Haris ibnu Abdul Muttalib:

 

هَجَوتَ مُحَمَّدا فَأجبتُ عَنْهُ ... وَعندَ اللَّهِ فِي ذَاكَ الجزاءُ ...

فَإنَ أَبِي وَوَالده وعِرْضي ... لعرْضِ مُحَمَّد مِنْكُمْ وقاءُ ...

أَتَشْتُمُه، ولستَ لَه بكُفءٍ? ... فَشَرُّكُمَا لخَيْركُمَا الفدَاءُ ...

لِسَانِي صَارمٌ لَا عَيْبَ فِيه ... وَبَحْرِي لَا تُكَدِّرُه الدِّلاءُ ...

Engkau telah mengejek Muhammad, maka aku menjawabmu sebagai ganti darinya, dan hanya berharap pahala dari sisi Allah sajalah aku lakukan ini. Dan sesungguhnya ayahku dan anaknya serta kehormatanku kukorbankan demi membela kehormatan Muhammad dari ejekanmu. Apakah engkau mencacinya, sedangkan engkau tidak sepadan dengannya? Sebenarnya orang yang terburuk di antara kamu berdua menjadi tebusan bagi orang yang terbaik di antara kamu. Lisanku cukup tajam, tidak pernah tercela, dan lautku tidak akan kering oleh banyaknya timba (yang mengambili airnya).

 

Ketika dikatakan kepada Siti ‘Aisyah, "Hai Ummul Mu’minin, bukankah ini namanya perkataan yang tidak berguna?" Siti ‘Aisyah menjawab, "Tidak, sesungguhnya yang dikatakan perkataan yang tidak berguna ialah syair-syair yang membicarakan tentang wanita."

 

Ketika dikatakan kepadanya bahwa bukankah Allah Swt. telah berfirman: Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar. (An-Nur: 11)

Siti ‘Aisyah menjawab, "Bukankah kedua matanya telah buta dan dilukai oleh pukulan pedang?" Ia bermaksud pukulan pedang yang dilakukan oleh Safwan ibnul Mu'attal As-Sulami terhadapnya saat Safwan mendengar berita bahwa Hassan ibnu Sabit membicarakan tentang berita bohong mengenai dirinya itu. Lalu Safwan memukulnya dengan pedang dan hampir membunuhnya.

 

‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) sendiri memaafkan mereka yang terlibat dalam fitnah itu dan di tahun-tahun berikutnya tak terdengar lagi sesuatu yang buruk tentang mereka.

 

Kenyataan bahwa kehormatan dan reputasi ‘Aisyah telah dilindungi oleh wahyu yang turun dari Allah tak bisa diabaikan oleh siapa pun, dan sejak saat itu semua orang mulai sadar tentang status ‘Aisyah yang tinggi di sisi Allah.

 


Klik Untuk Lanjutkan Membaca :

 

Pernikahan Khadijah Dengan Muhammad

Permulaan Turunnya Wahyu Kepada Muhammad

Penolakan Dan Ancaman Kaum Quraisy

Tahun Dukacita (عام الحزن)

Peristiwa Thaif

Saudah Binti Zam'ah

Peristiwa Isra Mi'raj

Permulaan Hijrah Ke Yatsrib

Pernikahan ‘Aisyah Dengan Nabi 

Peran ‘Aisyah Sebagai Perempuan Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadits

Peran ‘Aisyah Dan Istri-Istri Nabi Dalam Perang

الإفْكِ Berita Bohong Yang Menimpa ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)

Hukuman yang Ditimpakan kepada Para Pembawa Berita Bohong 

Saran Bacaan untuk Anda

Adab Murid dan Guru

Oleh: سعيد حوى   Murid memiliki adab dan tugas (wazhifah) lahiriyah yang banyak, di antara abab dan tugas seorang murid adalah tidak b...

Postingan Terpopuler