PERISTIWA THAIF
![]() |
Kawasan Thaif saat ini menjadi sentra pertanian dan wisata karena alamnya yang sejuk, berjarak sekitar 80 - 90 Km dari Kota Mekkah. |
Setelah paman Nabi - Abu Thalib -, dan istri pertamanya – Khadijah - meninggal di tahun yang sama, Nabi Muhammad ﷺ dan kaum Muslimim yang masih sedikit, menanggung suatu masa sulit dan penganiayaan di bawah kekuasaan kaum Quraisy. Bahkan Nabi yang ketika itu berusia limapuluh tahun, menamai tahun ini sebagai ‘tahun dukacita.’ (Nabi ﷺ menerima wahyu pada usinya yang ke-40, sehingga tahun duka cita ini bisa diperkirakan terjadi pada tahun ke-10 Kenabian)
Dalam kehidupan
pribadinya, Nabi kehilangan istri tercintanya, yang sekarang tidak ada lagi
untuk berbagi sukaduka; sementara di masyarakat hinaan-hinaan dari kaum Quraisy
datang secara bertubi-tubi. Sekarang ia bahkan tidak mendapatkan
perlindungan dari pamannya yang baru saja meninggal. Bahkan ketika beliau
berkunjung ke Tha’if, sebuah kota kecil di pegunungan di luar kota Mekkah untuk
menyeru penduduknya agar menyembah Allah, Nabi ﷺ sampai-sampai ditolak dan ditimpuki batu.
Dikisahkan melalui jalur Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)
bahwa dalam perjalanan pulangnya ke Mekkah dari Tha’if, Jibril muncul di
hadapan Nabi ﷺ
dan berkata, “Allah SWT telah mendengar apa yang dikatakan orang-orang kepadamu
dan bagaimana mereka menjawab seruanmu, dan Dia telah mengutus malaikat penjaga
gunung-gunung dan kau boleh mengatakan apa saja yang kau ingin dia lakukan
kepada mereka.”
Kemudian Jibril memanggil malaikat
penjaga gunung agar keluar. Maka keluarlah Malaikat penjaga gunung, mengucapkan
salam dan berkata,
“O Muhammad, Allah telah mendengar apa
yang kaummu katakan kepadamu. Aku malaikat penjaga gunung-gunung, dan Tuhanmu
telah mengirimku untukmu agar kau dapat menyuruhku melakukan apa saja yang kau
inginkan. Kalau kau mau, aku dapat menyatukan gunung-gunung di pinggir kota
Mekkah sehingga mereka terhimpit di antara gunung-gunung itu.”
Tapi Rasulullah ﷺ berkata padanya, “justru aku berharap
Allah menjadikan anak keturunan mereka menjadi orang-orang yang hanya menyembah
Allah, tanpa mempersekutukan-Nya[1].”
Tak lama berselang dari kejadian itu
maka turunlah wahyu:
وَالضُّحَى (1) وَاللَّيْلِ
إِذَا سَجَى (2) مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى (3) وَلَلآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ
مِنَ الأولَى (4) وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى (5) أَلَمْ يَجِدْكَ
يَتِيمًا فَآوَى (6) وَوَجَدَكَ ضَالا فَهَدَى (7) وَوَجَدَكَ عَائِلا فَأَغْنَى
(8) فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلا تَقْهَرْ (9) وَأَمَّا السَّائِلَ فَلا تَنْهَرْ
(10) وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ (11)
Demi waktu matahari sepenggalahan naik,
dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan
tiada (pula) benci kepadamu. Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik
bagimu daripada yang sekarang (permulaan). Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan
karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu
sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai
seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Sebab itu, terhadap
anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang
minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka
hendaklah kamu siarkan. (QS. ADH DHUHAA 93; 1-11)
Setelah tiga tahun yang penuh
perjuangan, seorang kerabat Rasulullah ﷺ yang bernama Khawla mendatangi Nabi ﷺ dan mengatakan bahwa keadaan rumah tangga
nabi begitu murung dan terabaikan. Dia mengatakan bahwa puteri-puteri nabi
membutuhkan seorang ibu agar dapat dijagai dan dirawati.
"Tapi siapa yang dapat menggantikan
tempat Khadijah?” Nabi bertanya.
"Aisyah, puteri Abū Bakr, orang
yang paling mengasihimu," jawab Khawla.
Abū Bakr (رضي الله عنه)
adalah laki-laki pertama yang menerima Islam dan dia adalah sahabat yang paling
dekat dengan Nabi ﷺ.
Sebagaimana Khadijah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ), Abū Bakr juga telah
melakukan apa saja yang dapat dilakukannya untuk membantu Nabi ﷺ, dan memebelanjakan seluruh kekayaannya di
jalan Allah. Namun demikian mesti diingat bahwa Nabi ﷺ ketika itu telah berumur limapuluhtiga
tahun sedangkan Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) adalah seorang
anak perempuan berumur tujuh tahun[2].
Posisinya akan sangat sulit baginya kalau harus menjaga dan merawat rumahtangga
Nabi serta puteri-puterinya.
"Dia masih terlalu muda."
Jawab Nabi.
Tapi Khawla selalu memiliki jawaban
untuk segala pertanyaan. Khawla menyarankan Nabi untuk, pada saat yang sama,
juga menikahi Saudah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ), Janda Al-Sakran ibn
‘Amr.
Klik Untuk Lanjutkan Membaca :
Pernikahan Khadijah Dengan Muhammad
Permulaan Turunnya Wahyu Kepada Muhammad
Penolakan Dan Ancaman Kaum Quraisy
Pernikahan ‘Aisyah Dengan Nabi ﷺ
Peran ‘Aisyah Sebagai Perempuan Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadits
Peran ‘Aisyah Dan Istri-Istri Nabi Dalam Perang
الإفْكِ Berita
Bohong Yang Menimpa ‘Aisyah (رضي
الله ﻋﻧﻬﺎ)
Hukuman yang Ditimpakan kepada Para Pembawa Berita Bohong
[1] حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَتْهُ أَنَّهَا
قَالَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ أَتَى عَلَيْكَ
يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا
لَقِيتُ وَكَانَ أَشَدَّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ إِذْ عَرَضْتُ
نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى
مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي فَلَمْ أَسْتَفِقْ
إِلَّا وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا
بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي
فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ
وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ
فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ
فَقَالَ ذَلِكَ فِيمَا شِئْتَ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ
الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ
أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ
لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
Telah bercerita
kepada kami ['Abdullah bin Yusuf] telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Wahb]
berkata telah mengabarkan kepadaku [Yunus] dari [Ibnu Syihab] berkata telah
bercerita kepadaku ['Urwah] bahwa ['Aisyah radliallahu 'anhu], istri Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bercerita kepadanya bahwa dia pernah bertanya
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Apakah baginda pernah mengalami
peristiwa yang lebih berat dari kejadian perang Uhud?". Beliau menjawab:
"Sungguh aku sering mengalami peristiwa dari kaummu. Dan peristiwa yang
paling berat yang pernah aku alami dalam menghadapi mereka adalah ketika
peristiwa al-'Aqabah, saat aku menawarkan diriku kepada Ibnu 'Abdi yalil bin
'Abdu Kulal agar membantuku namun dia tidak mau memenuhi keinginanku hingga
akhirnya aku pergi dengan wajah gelisah dan aku tidak menjadi tenang kecuali
ketika berada di Qarnu ats-Tsa'aalib (Qarnu al-Manazil). Aku mendongakkan
kepalaku ternyata aku berada di bawah awan yang memayungiku lalu aku melihat ke
arah sana dan ternyata ada malaikat Jibril yang kemudian memanggilku seraya
berkata; "Sesungguhnya Allah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan apa yang
mereka timpakan kepadamu. Dan Allah telah mengirim kepadamu malaikat gunung
yang siap diperintah apa saja sesuai kehendakmu". Maka malaikat gunung
berseru dan memberi salam kepadaku kemudian berkata; "Wahai
Muhammad". Maka dia berkata; "apa yang kamu inginkan katakanlah. Jika
kamu kehendaki, aku timpakan kepada mereka dua gunung ini". Maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak. Bahkan aku berharap Allah
akan memunculkan dari anak keturunan mereka orang yang menyembah Allah
satu-satunya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun". (Shahih Bukhari
hadis nomor 2992) (https://carihadis.com/Shahih_Bukhari/=yalil)
[2]
Dalam sebuah hadits Muslim disebutkan:
و
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ
عُرْوَةَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ
هُوَ ابْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ
سِنِينَ وَبَنَى بِي وَأَنَا بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ
Dan telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya(1) telah mengabarkan kepada kami Abu
Mu'awiyah(2) dari Hisyam bin 'Urwah(3). Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Numair(4) sedangkan lafazhnya dari dia, telah
menceritakan kepada kami 'Abdah yaitu Ibnu Sulaiman(5) dari Hisyam(6) dari
ayahnya(7) dari 'Aisyah(8) dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menikahiku ketika saya berumur enam tahun, dan beliau memboyongku (membina
rumah tangga denganku) ketika saya berumur sembilan tahun." https://carihadis.com/Shahih_Muslim/2548