Sabtu, 19 Desember 2020

Ummahat Al-Mukminin ( أُمَّهَاتُ الْمُؤْمِنِيْنَ ) IBUNDA ORANG-ORANG BERIMAN (KHADIJAH binti Khuwaylid 2)

PERMULAAN TURUNNYA WAHYU KEPADA MUHAMMAD



Penampakan Gua Hira Masa Kini
Menjadi kebiasaan Muhammad pada saat itu, setiap tahun di bulan Ramadan mengasingkan diri di sebuah gua di gunung Hira yang berada di pinggiran kota Mekkah. Khadijah selalu berusaha memastikan Muhammad cukup makan dan cukup minum selama pengasingannya itu. Sampai suatu ketika di akhir bulan Ramadan, saat itu Muhammad berusia empatpuluh tahun dan Khadijah berumur limapuluhlima tahun, Muhammad tiba-tiba saja sudah berada di rumah mereka tengah malam dalam keadaan gemetaran, penuh rasa takiut dan berkata,

زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي - Selimuti aku, selimuti aku!”

Khadijah merasa begitu khawatir menyaksikan keadaan suaminya seperti itu. Cepat-cepat dia membelitkan selimut sampai melingkari bahu Nabi dan ketika Nabi mulai tenang, Khadijah meminta Nabi agar menggambarkan apa yang sesungguhnya telah terjadi.

Nabi bercerita padanya bagaimana sesuatu yang tak pernah dilihatnya – yang merupakan malaikat Jibril – tiba-tiba saja hadir di hadapannya ketika dia sedang tidur dan berkata,

“Bacalah!”

"Tapi saya tak bisa baca,” jawab Nabi , itu karena Nabi bukan seorang manusia terpelajar dan memang tidak bisa baca tulis.

“Bacalah!” ulang Jibril sambil mendekapkan Muhammad ke dadanya.

“Saya tak bisa membaca,” Nabi kembali menjawab.

“Bacalah!” Jibril kembali mengulang perintahnya, sambil mendekap Nabi dengan erat.

“Apa yang mesti saya baca?” akhirnya Nabi menjawab seakan-akan putus asa, kemudian Jibril berkata:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5(

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq 96: 1-5)

Pada saat itu Muhammad tidak benar-benar menyadari bahwa kejadian ini adalah saat pertama kali dimulainya turun wahyu Al-Qur’an.

Pada saat pertemuan pertamanya dengan Jibril itu, Muhammad begitu ketakutan. Itu karena dia tidak tahu siapakah Jibril itu atau apa sebenarnya yang sedang terjadi. Oleh karena ketakutannya itu, Muhammad kemudian bangun dan lari keluar gua tapi masih mendapati Jibril berada di hadapannya. Bahkan ketika dia berpaling, Jibril tetap saja ada di hadapannya, menutupi kakilangit dengan bentuk indahnya yang menakjubkan.

"Oh Muhammad," kata Jibril pada akhirnya.

"Kau adalah utusan Allah dan akulah Jibril," dan dengan kalimat ini Jibril menghilang dari pandangan Nabi .

Setelah Jibril menghilang, Muhammad langsung merangkak menuruni gunung secepat mungkin. Dia mulai bertanya-tanya apakah dia mulai gila sampai-sampai membayangkan penampakan sebuah jirim atau mungkin dia kesurupan dan kerasukan jin?

Mendengar cerita Muhammad, Khadijah tutup mulut saja dan tidak membagikan kisah menakutkan itu kepada siapapun. Khadijah sadar bahwa sesuatu yang maha hebat dan mengagumkan telah menimpa suaminya. Lalu Khadijah memastikan kepada Muhammad bahwa suaminya itu tidaklah gila atau kerasukan.

“Janganlah khawatir,” katanya, “demi Dia yang menguasai jiwa Khadijah, aku berharap engkaulah nabi untuk bangsa ini. Allah tak akan mempermalukanmu, karena engkau telah berbuat baik pada kerabatmu, kau berkata jujur, engkau membantu siapa saja yang membutuhkan, engkau membantu orang lemah, engkau menjamu tamu dan engkau menyambut panggilan orang-orang yang kesusahan.”

Ketika Muhammad mulai tenang, Khadijah lalu membawa Nabi kepada saudara sepupunya, Waraqah ibn Naufal[1], seseorang yang luas pengetahuannya. Khadijah sungguh yakin bahwa sepupunya itu akan mampu menjelaskan makna sesungguhnya yang telah menimpa suami tercintanya.

Perlu diketahui bahwa Waraqah ini adalah orang yang telah mempelajari kitab-kitab agama Yahudi dan Nashrani. Waraqah juga telah banyak berguru pada orang-orang bijak dari agama-agama itu. Dia tahu bahwa nabi yang akan datang telah diramalkan oleh Musa AS dan Isa AS, dan dia tahu tanda-tanda yang dapat menegaskan identitas nabi ini ketika kemunculannya.

Setelah mendengar dengan cermat cerita Nabi , Waraqah yang tua dan buta itu berseru,

“Ini adalah jirim yang sama yang menyampaikan wahyu Allah kepada Musa. Saya berharap saya masih muda dan masih hidup ketika kaummu mengusirmu."

"Akankah mereka mengusirku?" tanya Muhammad.

"Ya," jawab Waraqah. "Tak seorang pun dengan karunia yang sekarang engkau terima tidak diperlakukan dengan permusuhan; dan seandainya saja aku dapat hidup ketika kau diusir, aku akan membantumu dengan seluruh kekuatanku. Mari aku raba punggungmu.”

Sambil berbicara, Waraqah meraba bagian tubuh di antara bilah bahu Nabi dan menemukan apa yang dia rasakan: lingkaran kecil, sedikit menonjol secara tidak beraturan di kulit, seukuran telur merpati[2]. Ini adalah salah satu dari banyak tanda yang diketahui Waraqah yang mengindikasikan identitas nabi setelah Isa AS[3].

"Ini adalah tanda kenabian!” dia berseru. “Sekarang aku benar-benar yakin bahwa engkaulah nabi yang diramalkan di dalam Taurat yang diwahyukan kepada Musa AS dan di dalam Injil yang diwahyukan kepada Isa AS. Engkaulah utusan Allah, dan makhluk yang hadir ke hadapanmu di gunung itu pastilah malaikat Jibril!"

Khadijah merasa begitu girang dan tersanjung mendapati dirinya mulai memahami apa yang sebenarnya terjadi di gunung itu.

Tak lama setelah kejadian ini, Muhammad diperintahkan dalam sebuah wahyu Allah berikutnya - melalui malaikat Jibril - untuk mengajak orang-orang agar hanya menyembah Allah. Dan pada poin ini Khadijah tidak merasa ragu mengekspresikan ke hadapan orang banyak sesuatu yang diketahuinya dimana sebelumnya dirahasiakannya untuk beberapa saat:

“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah,” katanya, “dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”


Klik Untuk Lanjutkan Membaca :

 

Pernikahan Khadijah Dengan Muhammad

Permulaan Turunnya Wahyu Kepada Muhammad

Penolakan Dan Ancaman Kaum Quraisy

Tahun Dukacita (عام الحزن)

Peristiwa Thaif

Saudah Binti Zam'ah

Peristiwa Isra Mi'raj

Permulaan Hijrah Ke Yatsrib

Pernikahan ‘Aisyah Dengan Nabi 

Peran ‘Aisyah Sebagai Perempuan Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadits

Peran ‘Aisyah Dan Istri-Istri Nabi Dalam Perang

الإفْكِ Berita Bohong Yang Menimpa ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)

Hukuman yang Ditimpakan kepada Para Pembawa Berita Bohong


[1] Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) berkata, "[Adalah 6/871] yang pertama (dari wahyu) kepada Rasulullah () adalah mimpi yang baik di dalam tidur. Beliau tidak pernah bermimpi melainkan akan menjadi kenyataan seperti merekahnya cahaya subuh. Kemudian beliau gemar bersunyi. Beliau sering bersunyi di Gua Hira. Beliau beribadah di sana, yakni beribadah beberapa malam sebelum rindu kepada keluarga beliau, dan mengambil bekal untuk itu. Kemudian beliau pulang kepada Khadijah. Beliau mengambil bekal seperti biasanya sehingga datanglah kepadanya (dalam riwayat lain disebutkan: maka datanglah kepadanya) kebenaran. Ketika beliau ada di Gua Hira, datanglah malaikat (dalam nomor 8/67) seraya berkata, 'Bacalah!' Beliau berkata, 'Sungguh saya tidak dapat membaca. Ia mengambil dan mendekap saya sehingga saya lelah. Kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, 'Bacalah!' Maka, saya berkata, 'Sungguh saya tidak dapat membaca:' Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang kedua kalinya, kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, 'Bacalah!' Maka, saya berkata, 'Sungguh saya tidak bisa membaca' Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang ketiga kalinya, kemudian ia melepaskan saya. Lalu ia membacakan, "Iqra' bismi rabbikalladzi khalaq. Khalaqal insaana min'alaq. Iqra' warabbukal akram. Alladzii 'allama bil qalam. 'Allamal insaana maa lam ya'lam. 'Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Lalu Rasulullah () pulang dengan membawa ayat itu dengan perasaan hati yang goncang (dalam satu riwayat: dengan tubuh gemetar). Lalu, beliau masuk menemui Khadijah binti Khuwailid, lantas beliau bersabda, 'Selimutilah saya, selimutilah saya!' Maka, mereka menyelimuti beliau sehingga keterkejutan beliau hilang. Beliau bersabda dan menceritakan kisah itu kepada Khadijah, 'Sungguh saya takut atas diriku.' Lalu Khadijah berkata kepada beliau, 'Jangan takut (bergembiralah, maka) demi Allah, Allah tidak akan menyusahkan engkau selamanya. (Maka demi Allah), sesungguhnya engkau suka menyambung persaudaraan (dan berkata benar), menanggung beban dan berusaha membantu orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan menolong penegak kebenaran.' Kemudian Khadijah membawa beliau pergi kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza (bin Qushai, dan dia adalah) anak paman Khadijah. Ia (Waraqah) adalah seorang yang memeluk agama Nasrani pada zaman jahiliah. Ia dapat menulis tulisan Ibrani, dan ia menulis Injil dengan bahasa Ibrani (dalam satu riwayat: kitab berbahasa Arab. dan dia menulis Injil dengan bahasa Arab) akan apa yang dikehendaki Allah untuk ditulisnya. Ia seorang yang sudah sangat tua dan tunanetra. Khadijah berkata, Wahai putra pamanku, dengarkanlah putra saudaramu!' Lalu Waraqah berkata kepada beliau, Wahai putra saudaraku, apakah yang engkau lihat?' Lantas Rasulullah (): menceritakan kepadanya tentang apa yang beliau lihat. Lalu Waraqah berkata kepada beliau, 'Ini adalah wahyu yang diturunkan Allah kepada Musa! Wahai sekiranya saya masih muda, sekiranya saya masih hidup ketika kaummu mengusirmu....' Lalu Rasulullah () bertanya, 'Apakah mereka akan mengusir saya?' Waraqah menjawab, 'Ya, belum pernah datang seorang laki-laki yang (membawa seperti apa yang engkau bawa kecuali ia ditolak (dalam satu riwayat: disakiti / diganggu). Jika saya masih menjumpai masamu, maka saya akan menolongmu dengan pertolongan yang tangguh.' Tidak lama kemudian Waraqah meninggal dan wahyu pun bersela, [sehingga Nabi () bersedih hati karenanya - menurut riwayat yang sampai kepada kami (Al-Albani berkata, "Yang berkata, 'Menurut riwayat yang sampai kepada kami" adalah Ibnu Syihab az-Zuhri, perawi asli hadits ini dari Urwah bin Zubair dari Aisyah. Maka, perkataannya ini memberi kesan bahwa tambahan ini tidak menurut syarat Shahih Bukhari, karena ini dari penyampaian az-Zuhri sendiri, sehingga tidak maushul, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh dalam Fathul Bari. Karena itu, harap diperhatikan!")- dengan kesedihan yang amat dalam yang karenanya berkali-kali beliau pergi ke puncak-puncak gunung untuk menjatuhkan diri dari sana. Maka, setiap kali beliau sudah sampai di puncak dan hendak menjatuhkan dirinya, Malaikat Jibril menampakkan diri kepada beliau seraya berkata, 'Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah Rasulullah yang sebenarnya.' Dengan demikian, tenanglah hatinya dan mantaplah jiwanya. Kemudian beliau kembali pulang. Apabila dalam masa yang lama tidak turun wahyu, maka beliau pergi ke gunung seperti itu lagi. Kemudian setelah sampai di puncak, maka Malaikat Jibril menampakkan diri kepada beliau seraya berkata seperti yang dikatakannya pada peristiwa yang lalu - 6/68]." [Namus (yang di sini diterjemahkan dengan Malaikat Jibril) ialah yang mengetahui rahasia sesuatu yang tidak diketahui oleh orang lain 124/4]. (Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press)

[2] Hadits riwayat Saib bin Yazid (رضي الله ﻋﻧﮫ), ia berkata:
Bibiku pernah membawaku pergi menghadap Rasulullah (
) Bibiku berkata: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya keponakanku ini terserang penyakit perut. Lalu beliau mengusap kepalaku dan mendoakan aku supaya mendapat berkah. Setelah itu beliau berwudu dan aku meminum sisa air wudunya kemudian aku berdiri di belakang punggung beliau dan melihat sebuah tanda (kenabian) antara kedua pundaknya seperti telur burung merpati. (Shahih Muslim No.4328)

[3] و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ سِمَاكٍ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ سَمُرَةَ يَقُولُا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَمِطَ مُقَدَّمُ رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ وَكَانَ إِذَا ادَّهَنَ لَمْ يَتَبَيَّنْ وَإِذَا شَعِثَ رَأْسُهُ تَبَيَّنَ وَكَانَ كَثِيرَ شَعْرِ اللِّحْيَةِ فَقَالَ رَجُلٌ وَجْهُهُ مِثْلُ السَّيْفِ قَالَ لَا بَلْ كَانَ مِثْلَ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَكَانَ مُسْتَدِيرًا وَرَأَيْتُ الْخَاتَمَ عِنْدَ كَتِفِهِ مِثْلَ بَيْضَةِ الْحَمَامَةِ يُشْبِهُ جَسَدَهُ

Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah (1. Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin 'Utsman, Al 'Abasiy, Abu Bakar, Tabi'ul Atba' kalangan tua, wafat tahun 235 H, hidup di Kufah.); Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah (2. Ubaidullah bin Musa bin Abi Al Mukhtar Badzam, Al 'Abasiy, Abu Muhammad, Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa, wafat tahun 213 H, hidup di Kufah, wafat di Kufah.) dari Israil (3. Isra'il bin Yunus bin Abi Ishaq, As Subay'iy Al Hamdaniy, Abu Yusuf, Tabi'ut Tabi'in kalangan tua, wafat tahun 160 H, hidup di Kufah.) dari Simak (4. Simak bin Harb bin Aus, Adz Dzahaliy Al Bakriy, Abu Al Mughirah, Tabi'in kalangan biasa, wafat tahun 123 H.) dia mendengar Jabir bin Samurah (5. Jabir bin Samrah bin Janadah, Abu 'Abdullah , Shahabat, wafat tahun 74 H, hidup di Kufah, wafat di Kufah.) berkata; "Rambut Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kelihatan bercampur putih di kepala bagian muka dan di jenggot beliau, tetapi apabila telah beliau minyaki maka tidak kelihatan. Apabila rambut beliau kusut, barulah jelas kelihatan, dan jenggot beliau tebal." Lalu seseorang bertanya; "Apakah wajah beliau seperti pedang?" Jawab Jabir; "Tidak! Bahkan bundar seperti matahari dan bulan. Dan aku melihat sebuah cap di bahunya, kira-kira sebesar telor merpati." Dia serupa dengan warna tubuh beliau." (Shahih Muslim https://carihadis.com/Shahih_Muslim/4326#[1])

Saran Bacaan untuk Anda

Adab Murid dan Guru

Oleh: سعيد حوى   Murid memiliki adab dan tugas (wazhifah) lahiriyah yang banyak, di antara abab dan tugas seorang murid adalah tidak b...

Postingan Terpopuler