الإفْكِ Berita Bohong yang Menimpa ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)
Setelah kejadian ini (maksudnya adalah apa yang telah disampaikan pada postingan PERAN ‘AISYAH DAN ISTRI-ISTRI NABI DALAM PERANG (klik)) suku Yahudi yang lain, Banu al-Mushthaliq mulai mempersiapkan diri untuk memerangi kaum Muslim. Maka Nabi ﷺ memimpin pasukan untuk memerangi mereka.
Allah SWT berfirman:
{إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ
مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ
مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ
عَذَابٌ عَظِيمٌ (11) }
Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga.
Janganlah kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kahan, bahkan ia baik bagi
kalian. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar
dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar. (An-Nur, ayat 11)
Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin
Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi, Imaduddin Abu Al-Fida Al-Hafizh Al-Muhaddits
Asy-Syafi'i yang
sangat terkenal dengan nama Ibnu Katsir menerangkan:
Ayat
ini hingga sembilan ayat berikutnya yang jumlah seluruhnya adalah sepuluh ayat
diturunkan berkenaan dengan Siti ‘Aisyah Ummul Mukminin (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)
ketika ia dituduh berbuat serong oleh sejumlah orang yang menyiarkan berita
bohong dari kalangan orang-orang munafik, padahal berita yang mereka siarkan
itu bohong dan dusta belaka serta buat-buatan mereka sendiri. Peristiwa
tersebut membuat Allah cemburu (murka) demi Siti ‘Aisyah dan Nabi-Nya. Maka
Allah Swt. menurunkan wahyu yang membersihkan kehormatan Siti ‘Aisyah demi
memelihara kehormatan Rasulullah ﷺ . Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ
عُصْبَةٌ}
Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari segolongan kalian juga, (An-Nur:
11)
Yakni
sejumlah orang dari kalangan kalian sendiri; bukan satu atau dua orang,
melainkan segolongan orang.
Orang
yang pertama menyebar isu keji ini adalah Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul,
pemimpin kaum munafik. Dialah orang yang mempunyai prakarsa menyebarkan isu
dusta itu sehingga ada sebagian dari kalangan kaum muslim yang termakan dan
terhasut oleh isu yang disebarkannya, yang akhirnya menjadi bahan pergunjingan
mereka. Sedangkan sebagian kaum muslim lainnya tidak mempunyai tanggapan apa
pun terhadap peristiwa itu. Keadaan ini berlanjut sampai hampir satu bulan
lamanya. Akhirnya turunlah ayat-ayat Al-Qur'an yang menjelaskan duduk perkara
yang sebenarnya. Keterangan mengenai kisah ini secara rinci didapat di dalam hadits-hadits
sahih.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku
Sa'id ibnul Musayyab dan Urwah ibnuzZubair, Alqamah ibnu Waqqas, serta
Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Atabah ibnu Mas'ud tentang kisah ‘Aisyah istri
Nabi ﷺ saat para penyiar berita bohong melemparkan tuduhan mereka
terhadapnya, lalu Allah membersihkan nama Siti ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)
melalui wahyu-Nya. Perawi mengatakan bahwa semua sumber menceritakan kepadaku
sejumlah hadits mengenai kisah Siti ‘Aisyah ini. Tetapi sebagian dari mereka
ada yang lebih rinci dalam mengemukakan kisahnya dan lebih kuat daripada
lainnya. Aku telah menghafal semua hadits yang diriwayatkan masing-masing dari
mereka yang bersumber dari Siti ‘Aisyah. Pada garis besarnya sebagian dari
kisah mereka membenarkan sebagian lainnya.
Mereka
mengisahkan bahwa Siti ‘Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)
istri Nabi ﷺ pernah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ apabila hendak bepergian terlebih dahulu
melakukan undian di antara para istrinya. Maka siapa pun di antara mereka yang
keluar namanya dalam undian itu, Rasulullah ﷺ membawanya pergi.
‘Aisyah
(رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) menceritakan bahwa lalu Rasul ﷺ melakukan undian di antara kami untuk menentukan
siapa yang akan menemaninya di antara kami dalam peperangan yang akan
dilakukannya. Maka keluarlah bagianku, lalu aku berangkat bersama Rasulullah ﷺ . Demikian itu terjadi
sesudah diturunkan ayat hijab; dan aku dibawa di atas sekedupku dan beristirahat
di dalamnya.
Maka
kami berangkat, dan manakala Rasulullah ﷺ telah menyelesaikan tugasnya dalam perang
itu, dan kamipun kembali serta berada di dekat Madinah, maka di suatu malam
beliau menyerukan kepada rombongan untuk berangkat. Ketika seruan berangkat
telah dikumandangkan aku bangkit dan berjalan sampai melewati barisan pasukan,
setelah kupenuhi hajatku, maka aku kembali ke sekedupku dan aku memegang
dadaku, ternyata kalung manik-manikku telah terputus dan terjatuh, maka aku
kembali ke tempat aku buang hajat dalam rangka mencari kalung itu, sehingga aku
terlambat karena mencarinya.
Lalu
datanglah rombongan yang membawaku dan mereka langsung mengangkat sekedupku
lalu menaikkannya ke punggung unta yang menjadi kendaraanku, sedang mereka
mengira bahwa aku berada di dalamnya.
‘Aisyah
mengatakan, bahwa kaum wanita pada saat itu bertubuh kurus-kurus, tidak berat
dan tidak gemuk karena daging, mereka hanya makan sedikit. Maka kaum yang
mengangkat sekedupku tidak merasa aneh dengan keringanan sekedupku ketika
mereka mengangkatnya dan menaikkannya ke punggung unta. Sedang aku adalah
seorang wanita yang berusia sangat muda. Mereka langsung memberangkatkan untaku
dan melanjutkan perjalanannya.
Ketika
aku sedang duduk di tempat peristirahatanku itu tiba-tiba mataku mengantuk
akhirnya aku tertidur. Dan tersebutlah bahwa Safwan ibnul Mu'attal Az-Zakwani
beristirahat di belakang pasukan, dan dia melanjutkan perjalanannya di malam
hari, lalu ia sampai ke tempat aku berada, dan dia melihat sosok manusia yang
sedang tidur dalam kegelapan malam.
Ia
mendatangiku dan mengenalku ketika dia melihatku, karena dia pernah melihatku
sebelum diturunkan ayat yang memerintahkan berhijab, dan aku terbangun ketika
mendengar ucapan istirja'-nya (kalimat Inna Lillahi wainna ilaihi
raji'un) begitu ia mengenalku.
Maka
dengan segera aku tutupi wajahku dengan kain jilbabku; demi Allah dia tidak
berkata kepadaku barang sepatah katapun dan aku tidak pernah mendengar ucapan
yang keluar darinya selain dari bacaan istirja'-nya tadi saat dia
merundukkan unta kendaraannya, dan unta kendaraannya merundukkan kaki depannya
lalu aku menaikinya.
Safwan
berangkat seraya menuntun unta kendaraannya hingga kami sampai ke tempat
pasukan berada sesudah mereka turun untuk istirahat di waktu tengah hari, maka
binasalah orang yang binasa berkenaan dengan peristiwa yang kualami itu. Dan
orang yang menjadi sumber berita bohong itu adalah Abdullah ibnu Ubay ibnu
Salul, dialah yang berperan bagi tersiarnya berita tersebut.
Kami
tiba di Madinah dan saya sakit selama kurang lebih satu bulan sejak kedatangan
saya itu, sedangkan orang-orang ramai membicarakan tentang isu yang disebarkan
oleh para penyiar berita bohong, dan saya sendiri tidak merasakan adanya berita
bohong itu.
Dalam
sakit itu saya merasakan bahwa Rasulullah ﷺ berbeda dengan kebiasaannya. Saya tidak
melihat lagi kasih sayang beliau saat saya sedang sakit. Melainkan beliau hanya
masuk dan bersalam serta mengucapkan, 'Bagaimanakah keadaanmu sekarang?'
Sikap
tersebut membuat saya curiga dan saya tidak merasakan adanya berita buruk yang
ditujukan terhadap diri saya. Dan ketika saya telah sembuh dari sakit, saya
keluar bersama Ummu Mistah menuju ke arah Manasi tempat kami biasa membuang
hajat. Kami tidak keluar ke tempat itu melainkan hanya malam hari. Demikian itu
terjadi sebelum kami membuat kakus di dekat rumah-rumah kami. Saat itu keadaan
kami sama dengan keadaan orang-orang Arab dahulu dalam hal membuang hajat,
yaitu di tempat yang jauh dari keramaian manusia, karena kami merasa terganggu
dengan adanya kakus di dekat rumah kami.
Saya
berangkat bersama Ummu Mistah. Dia adalah binti Abu Rahm ibnul Muttalib ibnu
Abdu Manaf, sedangkan ibunya adalah anak perempuan Sakhr ibnu Amir, bibi Abu
Bakar As-Siddiq. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Mistah ibnu
Asasah ibnu Abbad ibnu Abdul Muttalib.
Ketika
aku bersama dengan anak perempuan Abu Rahm alias Ummu Mistah kembali menuju ke
rumahku setelah kami selesai dari urusan kami, tiba-tiba dalam perjalanan
kembali itu Ummu Mistah kain kerudungnya tersangkut. Maka ia berkata,
'Celakalah Mistah.' Saya berkata kepadanya, 'Alangkah buruknya ucapanmu itu,
kamu berani mencaci seorang lelaki yang ikut dalam Perang Badar.'
Ummu
Mistah menjawab, 'Wahai saudariku, tidakkah engkau mendengar apa yang telah
dikatakannya?' Aku bertanya, 'Apakah yang telah dikatakan oleh Mistah?' Maka
Ummu Mistah menceritakan kepada saya isu yang disebarkan oleh para penyiar
berita bohong itu, sehingga sakit saya kambuh lagi dan bertambah parah.
Ketika
saya sampai di rumah, Rasulullah ﷺ masuk menemui saya dan mengucapkan salam
serta bersabda, 'Bagaimanakah keadaanmu?' Maka saya berkata kepadanya,
'Izinkanlah saya menemui kedua orang tua saya.'
Saya
bermaksud mengecek berita tersebut dari kedua orang tua saya, dan Rasulullah ﷺ mengizinkan saya menemui mereka.
Ketika
sampai di rumah kedua orang tua saya, saya bertanya kepada ibu saya,
"Wahai ibuku, mengapa orang-orang ramai membicarakan perihal berita bohong
itu?' Ibu saya berkata, 'Wahai anakku, tenangkanlah dirimu. Demi Allah, tidak
sekali-kali ada seorang wanita yang cantik menjadi istri seorang lelaki yang
sangat mencintainya, sedangkan lelaki itu mempunyai istri-istri yang lainnya,
melainkan istri-istrinya yang lain pasti banyak mempergunjingkan tentangnya.'
Lalu
saya berkata, 'Subhanallah, orang-orang ternyata ramai membicarakannya.'
Maka malam itu saya menangis terus hingga pagi harinya tanpa tidur, dan pada
pagi harinya saya menangis lagi.
Rasulullah
ﷺ memanggil Ali ibnu Abu Talib dan Usamah ibnu Zaid saat wahyu
datang terlambat dengan maksud meminta pendapat dan saran keduanya tentang
menceraikan istrinya.
Usamah
ibnu Zaid hanya mengisyaratkan kepada Rasulullah ﷺ menurut apa yang diketahuinya, bahwa istri
beliau adalah wanita yang bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka. Dia
adalah orang yang menyukai keluarga Rasulullah ﷺ . Usamah mengatakan,
'Wahai Rasulullah, mengenai istrimu, sepanjang pengetahuanku baik-baik saja'
Sedangkan Ali mengatakan 'Wahai Rasulullah, Allah tidak mempersempit dirimu,
wanita selain dia banyak. Dan jika engkau tanyakan kepada si pelayan wanita
itu, tentulah dia akan membenarkan berita itu.'
Maka
Rasulullah ﷺ memanggil Barirah dan bersabda kepadanya, 'Hai Barirah, apakah
kamu melihat sesuatu yang mencurigakan pada diri ‘Aisyah?'
Barirah
menjawab, 'Demi Tuhan yang mengutusmu dengan hak, saya tidak mempunyai pendapat
lain tentangnya yang saya sembunyi-sembunyikan, melainkan dia adalah seorang
wanita muda yang masih berusia remaja, dia tertidur lelap melupakan adonan roti
suaminya, lalu datanglah seseorang yang lapar dan langsung memakannya.'
Maka
hari itu Rasulullah ﷺ bangkit untuk menyangkal berita dari Abdullah ibnu Ubay ibnu
Salul. Beliau bersabda di atas mimbarnya:
"يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ مَنْ
يَعْذِرُنِي مِنْ رَجُلٍ قَدْ بَلَغَنِي أَذَاهُ فِي أَهْلِ بَيْتِي، فَوَاللَّهِ
مَا عَلِمْتُ عَلَى أَهْلِي إِلَّا خَيْرًا، وَلَقَدْ ذَكَرُوا رَجُلًا مَا
عَلِمْتُ عَلَيْهِ إِلَّا خَيْرًا، وَمَا كَانَ يَدْخُلُ عَلَى أَهْلِي إِلَّا
مَعِي"
Hai
kaum muslim, siapakah yang mau membelaku dari sikap seorang lelaki yang telah
menyakiti diriku melalui istriku. Demi Allah, aku tidak mengetahui perihal
istriku melainkan hanya baik-baik saja. Dan sesungguhnya mereka menyebutkan
perihal seorang lelaki yang sepanjang pengetahuanku tiada lain dia adalah orang
yang baik-baik saja; dia tidak pernah masuk menemui istriku, melainkan selalu
bersamaku.
Maka
Sa'd ibnu Mu'az Al-Ansari r.a. berdiri dan berkata, 'Wahai Rasulullah, akulah
yang membelamu terhadap dia. Jika dia dari kalangan kabilah Aus, kami akan
penggal kepalanya. Dan jika dia dari kalangan saudara-saudara kami kabilah
Khazraj, engkau perintahkan saja kepada kami, kami pasti melakukan apa yang
engkau perintahkan.'
Siti ‘Aisyah
(رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) melanjutkan kisahnya, bahwa maka berdirilah Sa'd ibnu Ubadah,
pemimpin orang-orang Khazraj. Dia adalah seorang yang saleh, tetapi karena
terdorong oleh rasa hamiyyah (fanatik)nya, maka ia berkata kepada Sa'd
ibnu Mu'az, "Kamu dusta. Demi Allah kamu tidak akan dapat membunuhnya, dan
kamu tidak akan mampu membunuhnya. Seandainya dia berasal dari golonganmu, saya
tidak suka ia dibunuh."
Usaid
ibnu Hudair (anak paman Sa'd ibnu Mu'az) berdiri, lalu berkata kepada Sa'd ibnu
Ubadah, "Kamu dusta. Demi Allah, kami benar-benar akan membunuhnya, sesungguhnya
kamu orang munafik yang medebat orang munafik."
Kedua
golongan besar Madinah itu —yakni kabilah Aus dan kabilah Khazraj— perang
mulut, sehingga hampir saja mereka perang fisik, sedangkan Rasulullah ﷺ berdiri di atas mimbarnya seraya
terus-menerus melerai kedua golongan itu, hingga akhirnya mereka diam dan
Rasulullah ﷺ diam pula.
Siti ‘Aisyah
(رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) melanjutkan kisahnya, "Pada hari itu sepenuhnya aku
menangis terus tanpa berhenti dan tanpa tidur, sehingga kedua orang tuaku
menduga bahwa tangisanku akan menyebabkan hatiku pecah.
Ketika
kedua orang tuaku sedang duduk di dekatku, sedangkan aku masih tetap menangis,
tiba-tiba masuklah Rasulullah ﷺ menemui kami, lalu bersalam dan duduk. Sejak tersiarnya berita
bohong itu Rasulullah ﷺ tidak pernah duduk, dan sudah selama sebulan wahyu tidak datang
kepadanya mengenai perihal diriku."
Siti ‘Aisyah
(رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) melanjutkan kisahnya, bahwa setelah duduk Rasulullah ﷺ membaca syahadat dan bersabda, "Amma
ba'du. Hai ‘Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku berita tentang dirimu
yang menyatakan anu dan anu. Maka jika engkau bersih, tentulah Allah akan
membersihkanmu. Dan jika engkau merasa berbuat dosa, maka mohonlah ampun kepada
Allah dan bertobatlah kepada-Nya. Karena sesungguhnya seorang hamba itu apabila
mengakui dosanya dan bertobat, niscaya Allah akan menerima tobatnya."
Siti ‘Aisyah
melanjutkan kisahnya, "Setelah Rasulullah ﷺ menyelesaikan sabdanya, barulah air mataku
mengering sehingga aku tidak merasakan setetes air mata pun yang keluar. Lalu
aku berkata kepada ayahku, 'Jawablah Rasulullah sebagai ganti dariku.' Ayahku
berkata, 'Demi Allah, aku tidak mengetahui apa yang harus kukatakan kepada
Rasulullah.' Aku berkata kepada ibuku, 'Jawablah Rasulullah sabagai ganti
dariku.' Ibuku menjawab, 'Demi Allah, saya tidak mengetahui apa yang harus saya
katakan kepada Rasulullah."
Siti ‘Aisyah
melanjutkan kisahnya, bahwa ia mengatakan, "Aku adalah seorang wanita yang
berusia masih terlalu muda, dan masih banyak bagian Al-Qur'an yang belum
kuhafal. Demi Allah, aku merasa yakin bahwa kalian telah mendengar berita
tersebut, sehingga sempat mempengaruhi diri kalian dan kalian mempercayainya.
Jika aku katakan kepada kalian bahwa sesungguhnya diriku bersih dari berita
bohong itu, dan Allah mengetahui bahwa diriku bersih, tentulah kalian tidak
mempercayaiku. Dan seandainya aku mengakui sesuatu hal yang Allah mengetahui
bahwa diriku bersih dari perbuatan tersebut, tentulah kalian akan
mempercayainya. Demi Allah, aku tidak menemukan perumpamaan bagi diriku dan
kalian kecuali seperti apa yang dikatakan oleh ayah Nabi Yusuf, yang disitir
oleh firman-Nya:
{فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ
عَلَى مَا تَصِفُونَ}
maka
kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah
sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan' (Yusuf:
18)
Kemudian
aku berbaring di atas peraduanku seraya memalingkan tubuhku. Sedangkan aku saat
itu, demi Allah, merasa yakin bahwa diriku bersih dari tuduhan tersebut, dan
bahwa Allah pasti akan membersihkan diriku dari berita bohong itu. Akan tetapi,
demi Allah, aku tidak berharap bahwa akan ada wahyu yang diturunkan mengenai
diriku, karena menurut anggapanku diriku ini terlalu rendah untuk disebutkan
oleh Allah Swt. dalam wahyu yang dibaca. Tetapi saya berharap semoga
diperlihatkan oleh Allah kepada Rasul-Nya dalam mimpi, hal yang dapat
membersihkan diriku dari berita bohong tersebut.
Demi
Allah, saat itu Rasulullah ﷺ masih belum meninggalkan tempat duduknya dan tiada seorang pun
dari keluarganya yang keluar dari rumahnya, hingga turunlah wahyu kepadanya.
Maka sebagaimana biasanya bila sedang menerima wahyu, beliau kelihatan payah,
hingga tubuhnya mengucurkan keringat seperti mutiara yang berjatuhan, padahal
saat itu sedang musim dingin. Hal itu terjadi karena beratnya wahyu yang sedang
diturunkan kepadanya.
Siti ‘Aisyah
melanjutkan kisahnya, bahwa setelah wahyu selesai diturunkan kepada Rasulullah ﷺ, beliau tersenyum. Kalimat yang mula-mula
diucapkannya ialah:
"أَبْشِرِي يَا عَائِشَةُ، أَمَّا
اللَّهُ فَقَدْ بَرّأك
Bergembiralah,
hai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah telah membersihkan dirimu.
Klik Untuk Lanjutkan Membaca :
Pernikahan Khadijah Dengan Muhammad
Permulaan Turunnya Wahyu Kepada Muhammad
Penolakan Dan Ancaman Kaum Quraisy
Pernikahan ‘Aisyah Dengan Nabi ﷺ
Peran ‘Aisyah Sebagai Perempuan Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadits
Peran ‘Aisyah Dan Istri-Istri Nabi Dalam Perang
الإفْكِ Berita
Bohong Yang Menimpa ‘Aisyah (رضي
الله ﻋﻧﻬﺎ)