Saudah binti Zam’ah[1]
Saudah
binti Zam’ah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) adalah muslimah
pertama yang melakukan hijrah ke Habasyah. Suaminya telah meninggal dan
sekarang dia hidup bersama dengan ayahnya yang sudah tua. Dia sendiri sudah
separuh baya, agak gemuk, berwatak ramah dan menyenangkan, serta orang yang
dianggap tepat untuk merawat Nabi dan keluarganya. Maka Muhammad ﷺ mempersilahkan Khawla untuk berbicara
dengan Abū Bakr dan juga kepada Saudah sebagai tujuannya.
Khawla langsung menuju Saudah dan
berkata.
“Apakah kau ingin Allah memberimu berkah
yang besar, Saudah?”
Maka Saudah bertanya.
“Apakah itu, Khawla?” Tanya Saudah.
Dan Khawla berkata.
“Rasulullah telah menyuruhku untuk
meminangmu!”
Mendengar itu Saudah mencoba
mengumpulkan perasaannya yang campur aduk antara rasa heran dan gembira yang
melambung. Kemudian ia berkata dengan suara yang bergetar.
“Aku mau! Pergilah pada ayahku dan
katakan berita gembira itu.”
Maka Khawla pergi kepada Zam’ah, seorang
tua yang kasar. Khawla menyalami laki-laki tua itu lalu berkata,
“Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul
Mutallib telah mengutusku untuk meminang Saudah.”
Orang tua itu berkata.
“Anugerah yang mulia. Dan bagaimana
katanya?" Maksud orang tua ini adalah bagaimana pendapat Saudah?
“Dia mau.” Jawab Khawla.
Maka Zam’ah meminta Khawla untuk
memanggilkan Saudah. Ketika Saudah datang, laki-laki tua itu berkata.
“Saudah, perempuan ini mengatakan bahwa
Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muttalib telah memintaku agar menikahkanmu
padanya. Ini adalah anugerah yang mulia. Maukah kau aku tikahkan kepadanya?”
Saudah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)
menerima dan merasa bahwa ini adalah penghormatan yang
sungguh besar. Saudah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ) kemudian pindah ke
rumah Muhammad ﷺ
dan mulai mengurusi puteri-puteri dan rumahtangga Nabi. Sementara itu Aisyah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)
menjadi tunangan Nabi ﷺ dan masih bermain boneka di rumah ayahnya.
Ini tentu menjadi kejutan besar di kota
Mekkah, bahwa Nabi ﷺ
telah memilih menikahi seorang janda yang tidak lagi muda apalagi cantik. Nabi,
bagaimanapun, ingat betul bagaimana Saudah (رضي الله ﻋﻧﻬﺎ)
menjalani hidup selama hijrah ke Habasyah, meninggalkan rumah
dan harta kekayaan, menyeberangi padang pasir dan lautan menuju sebuah negeri
yang jauh untuk menjaga keyakinannya.
Selama dua tahun berikutnya, kaum
Quraisy meningkatkan upaya-upaya yang penuh kedengkian untuk menghancurkan Nabi
ﷺ
dan para pengikutnya. Kedengkian yang begitu jelas dilatari oleh keraguan bahwa
Muhammad ﷺ
adalah benar-benar Rasulullah.
Klik Untuk Lanjutkan Membaca :
Pernikahan Khadijah Dengan Muhammad
Permulaan Turunnya Wahyu Kepada Muhammad
Penolakan Dan Ancaman Kaum Quraisy
Pernikahan ‘Aisyah Dengan Nabi ﷺ
Peran ‘Aisyah Sebagai Perempuan Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadits
Peran ‘Aisyah Dan Istri-Istri Nabi Dalam Perang
الإفْكِ Berita
Bohong Yang Menimpa ‘Aisyah (رضي
الله ﻋﻧﻬﺎ)
Hukuman yang Ditimpakan kepada Para Pembawa Berita Bohong