![]() |
Meme dari: knowyourmeme.com |
Macron adalah
putra dari Jean-Michel Macron, Profesor Neurologi di Universitas Picardy, dan
Françoise Macron-Noguès, MD. Ia akrab dengan neneknya, seorang kepala sekolah
yang tumbuh dalam rumah tangga iliterasi, dan tinggal dengannya selama beberapa
waktu. Ia mempelajari piano selama sepuluh tahun, mendapatkan penghargaan
ketiga di Konservatori Amiens.
Ia menempuh pendidikan
selama beberapa tahun di lycée La Providence in Amiens yang didirikan oleh
Yesuit sebelum ia melanjutkan di sekolah tinggi élite Lycée Henri-IV di Paris.
Ia mempelajari Filsafat di Universitas Paris-Ouest Nanterre La Défense,
mendapatkan gelar DEA. Ia bekerja sebagai asisten Paul Ricoeur antara 1999 dan
2001 di mana ia membantu menyunting buku karya Ricoeur La Mémoire, l'histoire,
l'oubli. Ia juga mendapatkan sebuah gelar dalam bidang Urusan Publik di
Sciences Po, sebelum ikut serta dalam pelatihan sebagai pegawai negeri sipil
senior di École nationale d'administration (ENA), lulus pada 2004.
Macron bekerja
sebagai Inspektur Keuangan dalam Kementerian Ekonomi Prancis antara 2004 dan
2008. Pada 2007, ia menjabat sebagai deputi rapporteur pada Komisi untuk
mempengaruhi pertumbuhan Prancis yang dikepalai oleh Jacques Attali. Ia
kemudian meninggalkan jabatan tersebut untuk menjadi bankir investor di
Rothschild & Cie Banque.
Macron adalah
anggota Partai Sosialis dari tahun 2006 hingga 2009. Dari tahun 2012 hingga
2014, ia menjabat sebagai deputi sekretaris jenderal Élysée, seorang anggota
senior staf Presiden Hollande. Ia dilantik menjadi Menteri Ekonomi, Industri
dan Data Digital dalam Kabinet Valls kedua pada 26 Agustus 2014, menggantikan
Arnaud Montebourg.
Pria kelahiran
1977 ini boleh jadi pria paling kontroversial millenium ini. Pada tanggal 25
oktober 2020 yang lalu Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengatakan pada hari
Minggu, bahwa presiden Prancis ini telah "kehilangan akal sehatnya".
Sehari setelah
mengatakan bahwa Macron perlu diperiksa kepalanya, Presiden Turki Recep Tayyip
Erdogan mengatakan pada Minggu bahwa pemimpin Prancis itu telah
"tersesat."
Pernyataan itu
mendorong menteri luar negeri Prancis memanggil pulang duta besarnya di Ankara.
Pernyataan
Prancis tentang Islam diperdalam setelah Macron juga menyebut Islam sebagai
teroris, setelah adanya pemenggalan seorang guru sejarah di Paris.
Macron menyerang
Islam dan ummat Muslim, menuduh ummat Muslim sebagai “separatism”. Dia
menggambarkan Islam sebagai “sebuah agama yang mengalami krisis di seluruh
dunia”.
Hal ini bertepatan dengan sebuah gerakan provokatif yang dilakukan Charlie Hebdo, sebuah majalah sayap kiri Perancis yang dengan keji menerbitkan karikatur-karikatur anti-Islam, yang telah menyebabkan meluasnya kemarahan dan rasa sakit hati di semua dunia Muslim.
Pada awal tahun
ini, majalah Charlie Hebdo kembali menerbitkan kartun-kartun yang menghina
Islam dan Nabi Muhammad ﷺ.
Karikatur-karikatur
itu sendiri pertama diterbitkan pada tahun 2006 oleh surat kabar Denmark
Jyllands Posten, yang memicu gelombang protes.
Sementara itu
Umat Muslim percaya bahwa penggambaran Nabi adalah suatu penghinaan dan
penghujatan. Namun, Macron sebelumnya mengatakan tak akan melarang pencetakan
karikatur Nabi Muhammad, dan hal inilah yang menimbulkan kontroversi, dan
menciptakan gelombang protes di dunia Arab dan beragam dunia Isalm pada hari
Kamis (22/10/2020).
Selain gelombang
protes, kejadian ini juga menciptakan hubungan buruk Perancis dengan
negara-negara Arab dan tak tertahankannya aksi boikot produk-produk Perancis di
Turki dan negara-negara Arab bahkan Indonesia.
Bahkan Erdogan
dengan lugas berkata “Saya memohon kepada warga saya. Jangan pernah
memperhatikan merek Prancis. Jangan membelinya," di sebuah acara di ibu
kota Turki, Ankara seperti dikutip Aljazeera.com, Selasa (27/10/2020)
Kontan saja, ini
membuat produk-produk Perancis kocar kacir dan saham-saham mereka rontok.
Prancis pada Minggu (25/10/2020) meminta seruan pemboikotan produk-produknya
oleh Turki segera dihentikan, dengan mengatakan serangan semacam itu adalah
ulah "minoritas radikal". Seruan tersebut merupakan hasil dari
"propaganda" Ankara terhadap Paris yang dikatakan telah menyebarkan
kebencian di dalam dan luar negeri.
![]() |
Brigitte Trogneux (tengah), usianya 24 tahun lebih tua dari suaminya, Presiden Perancis Emmanuel Macron (kanan) tribunnews.com. |
Akhir-akhir ini
nama Brigitte ramai diperbincangkan media. Bukan hanya karena ia menjadi Ibu
Negara Prancis, namun jarak usianya dengan Macron membuat banyak orang
terheran-heran.
Macron pertama
kali bertemu dengan Brigitte saat perempuan yang menjadi istrinya itu menjadi
guru drama kala dirinya masih SMA. Macron pun mengaku bahwa hubungan yang
mereka bukan hal yang umum. "Ini hubungan yang tidak cukup umum, pasangan
yang tak cukup normal -- buka berarti saya sangat menyukai kata sifat ini --
tapi pasangan ini benar-benar ada," ujar Macron saat ia menikah dengan
Brigitte.
Macron yang kala
itu berusia 15 tahun, disebut sebagai siswa yang sangat pandai. Brigitte yang
kala itu menjadi gurunya di sekolah swasta Jesuit, menyebut Macron sebagai
seseorang yang bertindak seperti orang dewasa, bukannya seperti remaja.
"Saya
benar-benar kagum dengan kecerdasan anak ini," ujar perempuan dengan nama
lahir Brigitte Trogneux itu.
Brigitte
merupakan pewaris perusahaan cokelat yang terkenal akan macaroons-nya. Saat
bertemu dengan Macron, ia telah menikah dengan seorang bankir bernama Andre
Auziere dan memiliki tiga orang anak.
Awalnya,
orangtua Macron sadar bahwa anaknya sedang jatuh cinta. Namun mereka tidak tahu
kepada siapa ia jatuh cinta.
Penulis biografi
Anne Fulda menulis, orangtua presiden terpilih Prancis itu mengira anaknya
jatuh cinta dengan Laurence Auziere, seorang gadis di sekolahnya. Faktanya,
Macron jatuh cinta pada ibu gadis itu.
Ketika
orangtuanya mengetahui hal tersebut, mereka meminta Brigitte untuk menjauhi
anaknya hingga ia berusia 18 tahun.
"Saya tak
bisa berjanji apa pun," ujar Brigitte.
Pada saat
berusia 17 tahun, Emmanuel berjanji kepada Brigitte bahwa ia akan menikahinya.
Sepuluh tahun kemudian, yakni pada tahun 2007, ia memenuhi janjinya.
Saat ini ibu
Macron melihat Brigitte lebih sebagai teman bukan sebagai menantu.
Saat Macron
diumumkan keluar sebagai pemenang dalam pemilihan presiden Prancis, seluruh
anggota keluarganya turut serta -- termasuk tiga anak tiri dan tujuh cucu hasil
pernikahan Brigitte dengan Auziere. Brigitte mengundurkan diri dari
pekerjaannya sebagai guru setelah Macron mengemban tugas sebagai menteri
ekonomi. Perempuan kelahiran 13 April 1953 itu menjadi penasihat kepercayaan
Macron.
Sumber-sumber: