Kamis, 01 Juli 2021

Adab Murid dan Guru

Oleh:

سعيد حوى

 


Murid memiliki adab dan tugas (wazhifah) lahiriyah yang banyak, di antara abab dan tugas seorang murid adalah tidak bersikap sombong kepada orang yang berilmu dan tidak bertindak sewenang-wenang terhadap guru, bahkan ia harus menyerahkan seluruh urusannya kepadanya dan mematuhi nasehatnya seperti orang sakit yang bodoh mematuhi nasehat dokter yang penuh kasih sayang dan mahir. Hendaklah ia bersikap tawadhu kepada gurunya dan mencari pahala dan ganjaran dengan berkhidmat kepadanya. 


Asy-Sya’bi berkata, “Zaid bin Tsabit menshalatkan jenazah, lalu baghalnya didekatkan kepadanya untuk ditunggangi, kemudian Ibnu Abbas segera mengambil kendali baghal itu dan menuntunnya. Maka Zaid berkata, “Lepaskan wahai anak paman Rasulullah!” Ibnu Abbas menjawab, “Beginilah kami diperintahkan untuk melakukan kepada para ‘ulama dan tokoh.” Kemudian Zaid bin Tsabit mencium tangannya (tangan Ibnu Abbas) seraya berkata, “Beginilah kami diperintahkan untuk melakukan kepada kerabat Nabi kami .” (Thabrani, al-Hakim, dan al-Baihaqi di dalam al-Madkhal, tetapi mereka berkata, “Demikianlah kami berbuat.” Al-Hakim berkata: Shahih sanadnya berdasarkan syarat Muslim.

Salah satu suasana kajian ilmu di Al-Faruq Islamic Youth Study Club



Oleh karena itu penuntut ilmu tidak boleh bersikap sombong terhadap guru. Di antara bentuk kesombongannya terhadap guru ialah sikap tidak mau mengambil manfaat (ilmu) kecuali dari orang-orang besar yang terkenal; padahal sikap ini merupakan kebodohan. Karena ilmu merupakan faktor penyebab keselamatan dan kebahagiaan. Siapa yang mencari tempat pelarian dari binatang buas yang berbahaya maka ia tidak akan membeda-bedakan antara diberitahukan oleh orang yang terkenal ataukah orang yang tidak tenar. Ilmu pengetahuan adalah barang milik kaum Muslimin yang hilang, ia harus memungutnya dimana saja ditemukan, dan merasa berutang budi kepada orang yang membawanya kepada dirinya siapapun orangnya. Oleh sebab itu dikatakan:


“Ilmu enggan kepada pemuda yang congkak seperti banjir enggan kepada tempat yang tinggi.”


Ilmu tidak bisa didapat kecuali dengan tawadhu’ dan menggunakan pendengaran (berkonsentrasi), Allah berfirman:


إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ

 

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaaf, 37)


Arti “mempunyai akal” ialah menerima ilmu dengan faham, kemudian kemampuan memahami itu tidak akan bisa membantunya sebelum ia “menggunakan pendengarannya sedang ia menyaksikan” dengan hati yang sepenuhnya hadir untuk menerima setiap hal yang disampaikan kepadanya dengan konsentrasi yang baik, tawadhu, syukur, memberi dan menerima karunia. Hendaklah murid bersikap kepada gurunya seperti tanah gembur yang menerima hujan deras kemudian menyerap semua bagian-bagiannya dan tunduk sepenuhnya untuk menerimanya.

 

Retype by Abahna Jafits

Dikutip dari:

المستخلص فى تزكيت الانفس

سعيد حوى

Al-Mustakhlish fii Tazkiyatu Al-Anfus

MENSUCIKAN JIWA Konsep Tazkiyatun-nafs Terpadu

Said Hawwa

Robbani Press, November 1995

Hal 16-17

 

 

 

***


لو لا العلم لكان النّاس كالبهائم

اللّهمّ إنّى اسئلك علمًا نَافعًا، و رزقًا واسعًا، و شفاءً من كلّ داءٍ

والله أعلم

 

AbahnaJafits’s Corner Private Library

Saran Bacaan untuk Anda

Adab Murid dan Guru

Oleh: سعيد حوى   Murid memiliki adab dan tugas (wazhifah) lahiriyah yang banyak, di antara abab dan tugas seorang murid adalah tidak b...

Postingan Terpopuler