Sabtu, 01 Juni 2024

Keterangan Adanya Tuhan Yang Menjadikan

Sebelum lanjut membaca artikel ini ada baiknya anda baca dahulu artikel (bab) sebelumnya, yaitu: Pendirian Tidak Adanya Tuhan.


A. Hasan.


Tanda-tanda, bukti-bukti dan alasan-alasan bagi adanya Tuhan yang menjadikan alam seluruhnya dengan segala isinya ada terlalu banyak.

Kita lihat tumbuh-tumbuhan di muka bumi.

Kita lihat unggas penduduk udara.

Kita pandang binatang-binatang buas penduduk hutan dan rimba.

Kita pandang binatang-binatang merayap dan jinak yang terdapat di sekeliling kita.

Kita renungkan ikan-ikan di laut, di sungai-sungai, di tasik-tasik, di lopak-lopak.

Kita pikirkan segala macam ulat yang dapat dilihat dengan mata biasa.

Kita pikirkan hama-hama yang tidak dapat dilihat melainkan dengan teropong pembesar.

Bila kita lihat, kita perhatikan, kita pikir sekalian yang tersebut, niscaya kita dapati masing-masing golongan itu mempunyai ribuan macam atau jenis, dan tiap-tiap sejenis jika kita susul ke panggkalnya, mau tak mau kita sampai kepada satu kekuasaan yang Maha Sakti yang menjadikannya.

Buat bahan penguraian, cukuplah rasanya kita ambil dari jenis tumbuh-tumbuhan hanya satu macam saja yang jadi dari benih. Dari dari jenis makhluk yang bertelur kita ambil sepasang ayam. Dan dari binatang yang beranak kita ambil sejodoh kambing.

 

Tumbuh-tumbuhan

Kita gambarkan di hadapan kita sebuah pohon mangga umpamanya, kita yakin bahwa ia jadi dari sebutir biji dan biji itu pula jadi dari pohon. Jika terus menerus begini tak dapat tiada kita sampai di satu pohon yang tidak dari biji atau di satu biji yang tidak dari pohon. Andaikanlah kita sampai kepada sebuah biji, maka sudah barang tentu kita bertanya di dalam hati kita, “Dari mana datang biji itu?”

Tidak bisa jadi ia tercipta dengan sendirinya. Karena tidak ada apapun yang mungkin berpindah dari satu keadaan kepada satu keadaan lain, terutama dari “tidak ada” kepada “ada” melainkan dengan satu penyebab. Dan tidak mungkin pula sesuatu menjadikan dirinya sendiri, karena sebelum menjadikan dirinya, ia sendiri dalam keadaan “tidak ada”. Maka adalah satu mustahil yang sangat terang apabila dikatakan bahwa “yang tidak ada” mengadakan “yang ada”.

 

Sepasang Ayam

Seekor ayam jantan yang di hadapan kita, kita yakin bahwa ia tercipta, tertetas dari sebiji telur. Dan sebiji telur itu kita yakin pula jadinya dari percampuran sepasang ayam jantan dan betina. Demikian juga tentang seekor ayam betina, akhirnya tentulah kita sampai di sepasang ayam yang tidak dari telur, atau di sepasang telur yang tidak dari ayam. Katakanlah kita sampai di dua telur yang tidak dari ayam, tidakkah kita bertanya di hati kita, “Dari mana datangnya dua telur itu?” Apakah ia jadi sendiri daripada “tidak ada”? Dengan mudah akal tidak memungkinkan terwujudnya sesuatu dengan tidak diwujudkan oleh lainnya.

Apakah ia jadi dari sel-sel dan atom-atom yang berevolusi?

Bisa jadi demikian, jika ada yang mengatur dan mengendalikannya. Karena sel-sel dan atom-atom tidak berkemauan. Sedang buat jadi sesuatu, lebih dahulu perlu kepada kepada kemauan. Andaikanlah sel-sel dan atom-atom itu masing-masing berkemauan, maka bila dan bagaimanakah mereka telah bermusyawarah dan mengambil keputusan buat jadi dua telur yang berjantan betina yang mengandung benih berketi, berjuta ayam-ayam yang akan datang di sepanjang masa yang tidak berbatas?

 

Sejodoh Kambing

Dua ekor kambing jantan dan betina yang kita lihat tidak ragu-ragu kita menetapkan bahwa mereka jadi dari dua kambing jantan dan betina pula. Akhirnya kita terpaksa berhenti di dua kambing jantan dan betina yang tidak terjadi dari kambing lain. Dari manakah datangnya dua kambing mula-mula itu?

Tidak mungkin ia jadi sendiri dengan tidak disebabkan oleh suatu penyebab. Tidak mungkin ia jadi dari sel-sel dan atom-atom yang berevolusi. Karena kambing mempunyai nyawa dan kemauan, sedang sel-sel dan atom-atom tidak mempunyainya. Dan evolusi semata-mata tidak dapat menimbulkan sesuatu yang pada aslnya tidak ada.

 

Sejodoh Manusia

Manusia kejadiannya tidak berbeda dari kambing yang tersebut tadi. Bahkan manusia berakal dan berpikiran.

Dua manusia, laki-laki dan perempuan yang asalnya adalah seperti lain-lain makhluk, tidak bisa terwujud dengan sendirinya dan tidak bisa terbentuk dari sel-sel, atom atau dari tanah jika tidak ada yang menjadikannya, yang membentuknya, yang mengatur evolusinya – kalau memang perlu kepada evolusi.

 

Matahari dan Bumi

Surat Yaasin 38, 40, surat Al-Anbiya’ 33 dan surat An-Naml 88 menerangkan dengan tegas bahwa semua yang di udara: matahari, bulan, bumi dan lainnya beredar di tempat perjalanan masing-masing. Teropong bintang dan lain-lain alat membuktikan kebenarannya.


Semua yang beredar di udara selain matahari, bumi, bulan dan lainnya orang namakan bintang. Yang masih bercahaya seperti matahari dan lain bintang yang gemerlap, dinamakan bintang hidup. Bumi kita dan lain-lain bumi yang mengelilingi matahari dan semua bulan-bulanya dinamakan bintang mati, lantaran tidak mempunyai cahaya sendiri.

Semua bintang-bintang itu terapung-apung di udara dan semua bintang-bintang itu beredar, tidak diam. Kita bertanya di dalam hati, siapakah yang menahan bintang-bintang itu daripada gugur?

Orang bisa berkata bahwa bintang-bintang itu tidak gugur lantaran di masing-masing ada kekuatan besi berani (gravitasi) yang satu dengan lain-lainnya berpegang-pegaangan: Siapakah memegang semua bintang-bintang itu daripada gugur? Apakah jawab mereka jika ditanya, siapakah yang mengatur dan mengendalikan perjalanan bintang-bintang itu hingga satu dengan lainnya tidak bertempuran di dalam perjalanannya yang maha ligat itu?

 

Pemandangan

Jika kita perhatikan dan pikirkan tumbuh-tumbuhan, makhluk yang bertelur, ikan-ikan, ulat, hewan yang beranak, manusia dan bintang-bintang niscaya kita dapati bahwa yang mengadakan semua itu dengan perhatian dan pikiran yang sederhana, niscaya kita dapati bahwa yang mengadakan semua itu, yang membikinnya, yang menciptakannya, yang mengaturnya, yang memeliharanya tak dapat tiada satu Dzat yang Tunggal, yang Hidup, yang Tidak Berpermulaan, yang Tidak Berkesudahan, yang Tidak Sama Dengan Apa Saja yang kita dapati dengan panca indera dan pikiran kita, yang Maha Mengetahui, yang Maha Kuasa pada mengadakan apa yang Ia Kehendaki dan Meniadakan apa yang Ia Kehendaki.

Dzat yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa ini, orang boleh namakan dengan nama masing-masing rasa pantas karena nama tidak bisa engubah diri yang mempunyai nama, tetapi kami namakan dia Tuhan, dan di dalam Agama kami, dinamakan Allah.


Lanjutkan membaca Keadilan Tuhan.

Saran Bacaan untuk Anda

Adab Murid dan Guru

Oleh: سعيد حوى   Murid memiliki adab dan tugas (wazhifah) lahiriyah yang banyak, di antara abab dan tugas seorang murid adalah tidak b...

Postingan Terpopuler