Sebelum lanjut membaca artikel ini ada baiknya anda baca dahulu artikel (bab) sebelumnya, yaitu: Pendirian Tidak Adanya Tuhan.
Tanda-tanda, bukti-bukti dan alasan-alasan bagi adanya Tuhan yang menjadikan alam seluruhnya dengan segala isinya ada terlalu banyak.
Kita lihat tumbuh-tumbuhan di muka bumi.
Kita lihat unggas penduduk udara.
Kita pandang binatang-binatang buas penduduk
hutan dan rimba.
Kita pandang binatang-binatang merayap dan jinak
yang terdapat di sekeliling kita.
Kita renungkan ikan-ikan di laut, di
sungai-sungai, di tasik-tasik, di lopak-lopak.
Kita pikirkan segala macam ulat yang dapat
dilihat dengan mata biasa.
Kita pikirkan hama-hama yang tidak dapat
dilihat melainkan dengan teropong pembesar.
Bila kita lihat, kita perhatikan, kita pikir
sekalian yang tersebut, niscaya kita dapati masing-masing golongan itu
mempunyai ribuan macam atau jenis, dan tiap-tiap sejenis jika kita susul ke
panggkalnya, mau tak mau kita sampai kepada satu kekuasaan yang Maha Sakti yang
menjadikannya.
Buat bahan penguraian, cukuplah rasanya kita
ambil dari jenis tumbuh-tumbuhan hanya satu macam saja yang jadi dari benih.
Dari dari jenis makhluk yang bertelur kita ambil sepasang ayam. Dan dari
binatang yang beranak kita ambil sejodoh kambing.
Tumbuh-tumbuhan
Kita gambarkan di hadapan kita sebuah pohon
mangga umpamanya, kita yakin bahwa ia jadi dari sebutir biji dan biji itu pula
jadi dari pohon. Jika terus menerus begini tak dapat tiada kita sampai di satu
pohon yang tidak dari biji atau di satu biji yang tidak dari pohon. Andaikanlah
kita sampai kepada sebuah biji, maka sudah barang tentu kita bertanya di dalam
hati kita, “Dari mana datang biji itu?”
Tidak bisa jadi ia tercipta dengan sendirinya.
Karena tidak ada apapun yang mungkin berpindah dari satu keadaan kepada satu
keadaan lain, terutama dari “tidak ada” kepada “ada” melainkan dengan satu
penyebab. Dan tidak mungkin pula sesuatu menjadikan dirinya sendiri, karena
sebelum menjadikan dirinya, ia sendiri dalam keadaan “tidak ada”. Maka adalah
satu mustahil yang sangat terang apabila dikatakan bahwa “yang tidak ada”
mengadakan “yang ada”.
Sepasang Ayam
Seekor ayam jantan yang di hadapan kita, kita
yakin bahwa ia tercipta, tertetas dari sebiji telur. Dan sebiji telur itu kita
yakin pula jadinya dari percampuran sepasang ayam jantan dan betina. Demikian
juga tentang seekor ayam betina, akhirnya tentulah kita sampai di sepasang ayam
yang tidak dari telur, atau di sepasang telur yang tidak dari ayam. Katakanlah
kita sampai di dua telur yang tidak dari ayam, tidakkah kita bertanya di hati
kita, “Dari mana datangnya dua telur itu?” Apakah ia jadi sendiri daripada
“tidak ada”? Dengan mudah akal tidak memungkinkan terwujudnya sesuatu dengan
tidak diwujudkan oleh lainnya.
Apakah ia jadi dari sel-sel dan atom-atom yang
berevolusi?
Bisa jadi demikian, jika ada yang mengatur dan
mengendalikannya. Karena sel-sel dan atom-atom tidak berkemauan. Sedang buat
jadi sesuatu, lebih dahulu perlu kepada kepada kemauan. Andaikanlah sel-sel dan
atom-atom itu masing-masing berkemauan, maka bila dan bagaimanakah mereka telah
bermusyawarah dan mengambil keputusan buat jadi dua telur yang berjantan betina
yang mengandung benih berketi, berjuta ayam-ayam yang akan datang di sepanjang
masa yang tidak berbatas?
Sejodoh Kambing
Dua ekor kambing jantan dan betina yang kita
lihat tidak ragu-ragu kita menetapkan bahwa mereka jadi dari dua kambing jantan
dan betina pula. Akhirnya kita terpaksa berhenti di dua kambing jantan dan betina
yang tidak terjadi dari kambing lain. Dari manakah datangnya dua kambing
mula-mula itu?
Tidak mungkin ia jadi sendiri dengan tidak
disebabkan oleh suatu penyebab. Tidak mungkin ia jadi dari sel-sel dan
atom-atom yang berevolusi. Karena kambing mempunyai nyawa dan kemauan, sedang
sel-sel dan atom-atom tidak mempunyainya. Dan evolusi semata-mata tidak dapat
menimbulkan sesuatu yang pada aslnya tidak ada.
Sejodoh Manusia
Manusia kejadiannya tidak berbeda dari kambing
yang tersebut tadi. Bahkan manusia berakal dan berpikiran.
Dua manusia, laki-laki dan perempuan yang
asalnya adalah seperti lain-lain makhluk, tidak bisa terwujud dengan sendirinya
dan tidak bisa terbentuk dari sel-sel, atom atau dari tanah jika tidak ada yang
menjadikannya, yang membentuknya, yang mengatur evolusinya – kalau memang perlu
kepada evolusi.
Matahari dan Bumi
Surat Yaasin 38, 40, surat Al-Anbiya’ 33 dan
surat An-Naml 88 menerangkan dengan tegas bahwa semua yang di udara: matahari,
bulan, bumi dan lainnya beredar di tempat perjalanan masing-masing. Teropong
bintang dan lain-lain alat membuktikan kebenarannya.
Semua yang beredar di udara selain matahari, bumi, bulan dan lainnya orang namakan bintang. Yang masih bercahaya seperti matahari dan lain bintang yang gemerlap, dinamakan bintang hidup. Bumi kita dan lain-lain bumi yang mengelilingi matahari dan semua bulan-bulanya dinamakan bintang mati, lantaran tidak mempunyai cahaya sendiri.
Semua bintang-bintang itu terapung-apung di
udara dan semua bintang-bintang itu beredar, tidak diam. Kita bertanya di dalam
hati, siapakah yang menahan bintang-bintang itu daripada gugur?
Orang bisa berkata bahwa bintang-bintang itu
tidak gugur lantaran di masing-masing ada kekuatan besi berani (gravitasi) yang
satu dengan lain-lainnya berpegang-pegaangan: Siapakah memegang semua
bintang-bintang itu daripada gugur? Apakah jawab mereka jika ditanya, siapakah
yang mengatur dan mengendalikan perjalanan bintang-bintang itu hingga satu
dengan lainnya tidak bertempuran di dalam perjalanannya yang maha ligat itu?
Pemandangan
Jika kita perhatikan dan pikirkan
tumbuh-tumbuhan, makhluk yang bertelur, ikan-ikan, ulat, hewan yang beranak,
manusia dan bintang-bintang niscaya kita dapati bahwa yang mengadakan semua itu
dengan perhatian dan pikiran yang sederhana, niscaya kita dapati bahwa yang
mengadakan semua itu, yang membikinnya, yang menciptakannya, yang mengaturnya,
yang memeliharanya tak dapat tiada satu Dzat yang Tunggal, yang Hidup, yang
Tidak Berpermulaan, yang Tidak Berkesudahan, yang Tidak Sama Dengan Apa Saja
yang kita dapati dengan panca indera dan pikiran kita, yang Maha Mengetahui,
yang Maha Kuasa pada mengadakan apa yang Ia Kehendaki dan Meniadakan apa yang
Ia Kehendaki.
Dzat yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa ini,
orang boleh namakan dengan nama masing-masing rasa pantas karena nama tidak
bisa engubah diri yang mempunyai nama, tetapi kami namakan dia Tuhan, dan di
dalam Agama kami, dinamakan Allah.
Lanjutkan membaca Keadilan Tuhan.