Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا،
وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ
لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ.
فَقَالَ الله تَعَالَى، أَعُوذُبِالله
مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (اٰلعمران: ١٠٢)
Sidang
Jum’ah yang berbahagia!
Islam mengajarkan jalan pengabdian
manusia kepada Allah melalui dua fasilitas, yaitu dengan jiwa (al-anfus) dan
harta (al-amwal). Sebagaimana firman Allah:
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ
عَذَابٍ أَلِيمٍ () تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ (الصّفّ: ١٠-١١)
Hai
orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya. (Ash-shaf:
10-11)
Beribadah dengan jiwa raga mencakup
segala peribadatan dengan hati, lisan dan anggota badan, termasuk di
dalamnyadzikir, do’a dan shalat. Sedang ibadah dengan harta benda adalah zakat, qurban, infaq dan sedekah.
Karenanya banyak ayat Qur’an yang menggandengkan perintah menegakkan shalat
dengan menunaikan zakat, demikian juga perintah mendirikan shalat dengan
berqurban.
Sidang
Jum’ah rahimakumullah!
Sedekah adalah ibadah maliah atau
ibadah harta. Pada dasarnya setiap sedekah adalah baik. Namun tidak setiap
kebaikan itu otomatis menjadi utama dan diterima oleh Allah ﷻ. Bahkan tak sedikit yang dianggap sia-sia,
diantaranya karena motivasi dan niat yang salah. Oleh itu, memahami persyaratan
sedekah yang utama dan yang diterima Allah ﷻ
adalah suatu keharusan.
Setidaknya ada empat kriteria yang
menjadikan suatu sedekah menjadi sedekah yang utama:
Pertama:
Sedekah dengan niat dan motivasi yang suci dan murni.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ
النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ
صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا
يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الْكَافِرِينَ (البقرة: ٢٦٤)
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) sedekah
kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari
apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir. (Al-Baqarah: 264)
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ
كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ
فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(البقرة: ٢٦٥)
Dan
perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan
Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terlelak di
dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan
buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak
menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang
kalian perbuat. (Al-Baqarah: 265)
Kedua: Bersedekah
dari harta yang dicintai
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى
تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ
عَلِيمٌ (اٰلعمران: ٩٢)
Kalian sekali-kali tidak sampai
kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang
kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengtahuinya.
Waki' di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Syarik, dari Abu
Ishaq, dari Amr ibnu Maimun sehubungan dengan firman-Nya: Kalian sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna). (Ali Imran: 92) Yang
dimaksud dengan al-birr ialah surga.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:
حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
أَبِي طَلْحَةَ، سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: كَانَ أَبُو طَلْحَةَ
أَكْثَرَ أَنْصَارِيٍّ بِالْمَدِينَةِ مَالًا وكانَ أحبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ
بيْرَحاءُ -وَكَانَتْ مُسْتقْبلة الْمَسْجِدِ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ-قَالَ
أَنَسٌ: فَلَمَّا نَزَلَتْ: {لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا
تُحِبُّونَ} قَالَ أَبُو طَلْحَةَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ:
{لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ} وَإِنَّ أحبَّ
أَمْوَالِي إلَيَّ بيْرَحاءُ وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّها
وذُخْرَها عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى، فَضَعْها يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ أَرَاكَ
اللَّهُ [تَعَالَى] فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"بَخٍ، ذَاكَ مَالٌ رَابِحٌ، ذَاكَ مَالٌ رَابِح، وَقَدْ سَمِعْتُ، وَأَنَا
أرَى أنْ تجْعَلَهَا فِي الأقْرَبِينَ". فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ: أفْعَلُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ. فَقَسَمها أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah
menceritakan kepada kami Malik, dari Ishaq, dari Abdullah ibnu Abu Talhah yang
pernah mendengar dari Anas ibnu Malik, bahwa Abu Talhah adalah seorang Ansar
yang paling banyak memiliki harta di Madinah, dan tersebutlah bahwa harta yang
paling dicintainya adalah Bairuha (sebuah kebun kurma) yang letaknya berhadapan
dengan Masjid Nabawi. Nabi Saw. sering memasuki kebun itu dan meminum airnya
yang segar lagi tawar. Sahabat Anas r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah
diturunkan firman-Nya yang mengatakan: Kalian sekali-kali tidak akan sampai
kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang
kalian cintai. (Ali Imran: 92) Lalu Abu Talhah berkata, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: 'Kalian sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan
sebagian harta yang kalian cintai' (Ali Imran: 92), dan sesungguhnya
hartaku yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha ini, dan sekarang Bairuha
aku sedekahkan agar aku dapat mencapai kebajikan melaluinya dan sebagai
simpananku di sisi Allah Swt. Maka aku mohon sudilah engkau, wahai Rasulullah,
mempergunakannya menurut apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadamu." Maka
Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Wah, wah, itu harta yang menguntungkan,
itu harta yang menguntungkan; dan aku telah mendengarnya, tetapi aku
berpendapat hendaklah kamu memberikannya kepada kaum kerabatmu. Abu Talhah
menjawab, "Akan aku lakukan sekarang, wahai Rasulullah." Lalu Abu
Talhah membagi-bagikannya kepada kaum kerabatnya dan anak-anak pamannya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ
الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ
إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (البقرة:
٢٦٧)
Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian. Dan janganlah
kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya, padahal kalian
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.
Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Al-Baqarah: 267)
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُم فِي
القُرآنِ العَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّكُم وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنكُم
تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العَلِيمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي
أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ
كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
أَمَّا بَعْدُ.
Sidang Jum’ah yang Berbahagia,
Syarat yang Ketiga adalah, bersedekah dalam keadaan sehat
dan kuat serta banyak keinginan dan takut miskin.
وَسارِعُوا إِلى مَغْفِرَةٍ مِنْ
رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّماواتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
(١٣٣) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكاظِمِينَ
الْغَيْظَ وَالْعافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (١٣٤)
Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
عن أبي هريرة قال: سَئِلَ رَسُولُ
الله ﷺ: أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفضَلُ؟ قَالَ: لَتُنَبَّأَنَّ أَن تَصَدَّقَ وَ أَنتَ
صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَأمُلُ البَقَاءَ وَتَخَافُ الفَقرَ، وَلَا تُمهِلَ حَتَّى إِذَا
بَلَغَت الحُلقُومَ قُلتَ: لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا أَلَا وَقَد كَانَ
لِفُلَانٍ. (البخاري و مسلم)
Dari Abu Hurayrah (r.a), Rasulullah ﷺ
ditanya: “Sedekah apakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Engkau
bersedekah di saat engkau dalam keadaan sehat dan bakhil, engkau mengharap
kekekalan (panjang umur) dan takut fakir. Jangan kamu menangguhkannya sehingga
nyawa sudah di tenggorokan kemudian kamu mengatakan: ‘Buat si fulan sekian,
buat si fulan sekian’, padahal memang sudah menjadi haknya si fulan.” (Bukhari
dan Muslim)
Seseorang enggan bersedekah di waktu muda dengan alasan masih
banyak kebutuhan. Baru ketika sudah tua dan ajal mendekat ia ingin bersedekah
untuk tabungannya di akhirat. Padahal tanpa disedekahkan pun hartanya itu
pastilah akan menjadi milik orang lain. Karena ketika ia sudah mati harta
bendanya itu akan menjadi warisan yang wajib dibagikan kepada ahli waris dan
tak sedikit pun akan dibawanya pulang.
Perbuatan seperti itu dikecam oleh Allah ﷻ:
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا
رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ
لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ
الصَّالِحِينَ (١٠) وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا
وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١١)
Dan belanjakanlah sebagian dari
apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah
seorang di antara kamu; lalu ia berkata, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan
aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.” Dan Allah
sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang
waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.
Al-Munaafiqun: 1-2)
Keempat, bersedekah
dengan sesuatu yang manfaatnya terus mengalir.
إِذَا مَاتَ ابنُ آدم انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ
ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ
يَدْعُو لَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya: Apabila seorang manusia meninggal,
maka terputuslah amalnya, kecuali tiga, yakni sedekah jariyah, atau ilmu yang
diambil manfaatnya, atau anak saleh yang mendoakannya. (HR Muslim).
Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud
shadaqah jariyah adalah wakaf. Wakaf ialah sedekah yang zat benda sedekahnya
tidak habis dikonsumsi oleh orang yang menerimanya, melainkan hasil atau buah
dan manfaat dari benda tersebut yang didistribusikan dan dikonsumsi. Seperti
seseorang yang bersedekah dengan sawah yang subur. Maka sawahnya itu terus
dijaga keutuhannya sementara hasil panen dari sawah tersebut disedekahkan bagi
berbagai kepentingan kaum muslimin.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا
وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِىْ الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِىْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ
أَقُولُ قَولِي هَذَا وَ
أَستَغفِرُ اللهَ لِي وَلَكُم
وَ السَّلامُ عَلَيكُم وَرَحمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ