Silahkan baca artikel sebelumnya.
Dengan ringkas , kira-kira akhir bulan Juli atau awal bulan Agustus 1955, tuan Abdul Ghaffar Ismail dari Pekalongan pernah berkata di dalam salah satu ceramahnya bahwa orang yang tidak percaya Tuhan itu tidak berakal.
Tuan Muhammad Ahsan dari Malang menulis dalam
surat kabar “Suara Rakyat” tanggal 9 Agustus 1955 bahwa:
1. Seseorang, mau ia percaya kepada Tuhan
atau tidak, tetap ia berakal.
2. Pencipta mestinya berbentuk. Tidak mungkin
sesuatu pencpta tidak berbentuk, yakni Tuhan, kalau ada mestilah berbentuk. (Arti
berbentuk ialah bertubuh yang dapat dilihat dan dipegang).
3. Zhahirnya makhluk terlebih dahulu
daripada Tuhan, manusia mengadakan Tuhan. (Maksudnya bahwa sebenarnya yang
dikatakan Tuhan itu tidak ada. Hanya manusia ada-adakan Tuhan dengan
pikirannya).
4. Buah mangga yang segar, setelah busuk
keluar ulat-ulatnya. Darimana datangnya ulat-ulat itu? Bukankah dari reaksi
alam?
5. Saya berpendapat bahwa manusia adalah
dari kera karena saya sudah periksa tulang-tulangnya sangat mirip antara dua
jenis itu; dan di bulan Juli yang baru lalu (1955 – ed.), saya berjumpa seorang
di Rumah Sakit Celaket Malang yang ekornya keluar memanjang, dan ia minta
ditolong karena semakin Panjang semakin sakit.
6. Manusia adalah ciptaan dari udara,
hawa, makanan dan tempat. Kalau mati, kembali kepada yang tersebut.
7. Lucu sekali mendengar dongengan bahwa
manusia dijadikan dari tanah liat.
8. Lebih-lebih lucu lagi katanya orang
berbuat kebaikan di dalam dunia ini supaya dibalas kebaikan sesudah matinya. Ini
menertawakan saya.
(Delapan fashal yang tersebut akan saya (AH –
red) jawab di akhir risalah ini satu persatu karena di dalam pertemuan dengan
Tuan Ahsan, tidak cukup waktu untuk disoal-jawabkan).
Maka tulisan Tuan Ahsan itu dijawab oleh Tuan
dasan Aidid - Ketua Front Anti Komunis Surabaya, dan oleh Tuan Bey Arifin - Ketua
Study Club Surabaya. Dan kedua-duanya mengajak Tuan Ahsan bertemu dan bertukar
pikiran di rapat Study Club yang akan dating. Entah karena apa, maka di rapat
Study Club tanggal 12 Agustus 1955, tidak jadi pertemuan yang dikehendaki.
Tuan Hasan Aidid bertanya kepada saya, “Apakah
ustadz bersedia buat bertemu dengan Tuan Ahsan?” Saya sanggupi permintaan itu.
Setelah itu diadakan pertemuan yang pertama
oleh Front Anti Komunis di Gedung Al-Irsyad Surabaya, yang dikunjungi oleh
begitu banyak manusia hingga padat Gedung itu dalam dan luarnya.
Sesudah kami bertanya jawab selama dua
setengah jam dengan masing-masing berdiri satu podium yang bremikropon,
berakhirlah pertemuan itu dengan ucapan Tuan Ahsan bahwa ia sudah terima.
Perkataan “sudah terima” itu hendak diminta
ketegasannya lebih jauh, tetapi saya minta kepada majlis supaya Tuan Ahsan
diberi kesempatan buat berpikir lagi.
Berhubung dengan banyak pendengar yang belum
puas, terutama belum mendengar pendirian orang yang berkata “tidak ada Tuhan”,
maka pada tanggal 2/3 September 1955 diadakan pertemuan sekali lagi oleh Front
Anti Komunis Surabaya di Gedung Al-Irsyad juga. Yang hadir lebih bersesak dari
pada pertemuan yang telah lalu.
Di dalam pertemuan ini Tuan Ahsan ditemani
oleh seorang sahabatnya.
Setelah ceramah tuan Muhammad Isa Anshary
selesai, pertukaran pikiran dimulai.
Majelis diatur seperti yang sudah lewat, yaitu
Tuan Ahsan berdiri di satu podium dengan satu mikropon dan saya berdiri berdiri
di podium lain menghadap satu mikropon. Sedang Tuan Hasan Aidid, pemimpin
majelis Bersama penulis (mungkin maksudnya notulen – ed.) dan pembantunya duduk
menghadap satu meja yang bermikropon.
Sesudah bertukar pikiran kira-kira dua jam
lamanya, berakhirlah majelis ini dengan pengakuan Tuan M. Ahsan yang
berulang-ulang bahwa “saya terima pendirian adanya Tuhan dan puas”.
Dua-dua majelis itu, dengan pimpinan Tuan
Hasan Aidid berjalan dengan tenteram, rapi dan sopan. Karena memang dari
permulaan telah disyaratkan bahwa hadirin tidak boleh bertepuk tangan, tidak
boleh bersorak, tidak boleh campur omong, tidak boleh menampakkan gerak-gerik
merendahkan salah seorang pembicara dan lain-lain yang menggangu ketenteraman
majelis, hingga Tuan Ahsan – yang pada permulaannya sebagai orang yang tidak
mengaku adanya Tuhan lantas berakhir dengan mengaku adanya Tuhan dan puas –
kelihatan gembira dan segar, seolah-olah berada di dalam golongannya sendiri.
Lanjutkan membaca Pendahuluan bagi Pertukaran Pikiran.