Minggu, 26 Mei 2024

Pendahuluan bagi Pertukaran Pikiran

Sebelum lanjut membaca artikel di bawah ini ada baiknya anda baca artikel sebelumnya.

 

Di bawah ini saya mulai menerangkan soal-jawab yang berlaku antara saya dan Tuan Ahsan dengan sedikit tambahan dan perubahan, dan dengan menghilangkan pembicaraan yang berulang-ulang dan yang tidak perlu. Karena yang dimaksudkan dengan risalah ini ialah bahan-bahan untuk saudara-saudara yang kurang pengertian, tetapi ingin hendak mempertahankan adanya Tuhan di hadapan orang yang berpendirian tidak ada Tuhan.


Setelah selesai menerangkan pertukaran pikiran saya dengan Tuan Ahsan, saya iringi dengan beberapa fashal berhubung dengan ada tidaknya Tuhan. Di fashal-fashal itu tak dapat dihindarkan berulangnya sesuatu pembicaraan lantaran sangat perlunya di tempat masing-masing.

A. Hasan              : Di dalam pertukaran pikiran kita tentang ada tidaknya Tuhan, tentu aka nada beberapa perkara, undang-udang atau qaidah, yang perlu digunakan. Maka supaya pembicaraan kita yang pokok tidak terhalang, saya rasa lebih baik kita rundingkan perkara-perkara dan qaidah itu lebih dahulu.

Dari itu Tuan boleh bertanya apa sahaja yang Tuan kehendaki, dan saya bersedia buat menjawabnya. Kemudian saya akan majukan pertanyaan-pertanyaan yang saya perlu sebahai pendahuluan.

M. Ahsan              : Saya tidak bersedia. Boleh Tuan sahaja yang bertanya.

A. Hasan              : Benarkah bahwa Tuan berpendirian tidak ada Tuhan?

M. Ahsan              : Ya, benar.

A. Hasan              : Saya berpendirian ada Tuhan. Buat membuktikan keadaan sesuatu, ada beberapa cara: dengan panca Indera; dengan perhitungan; (dan) dengan kepercayaan yang berdasar perhitungan dengan penetapan aqal. Maka tentang membuktikan adanya Tuhan. Tuan mau cara yang mana?

M. Ahsan              : Saya mau dibuktikan adanya Tuhan dengan panca Indera dan perhitungan dan berbentuk. Karena tiap-tiap yang berbentuk, seperti kita semua, mestinya dijadikan oleh yang berbentuk juga.[1]

A. Hasan              : Tidak bisa dibukktikan adanya Tuhan dengan panca Indera, karena ada banyak perkara yang kita akui adanya tetapi tidak dapat dibuktika dengan panca Indera.

M. Ahsan              : Seperti apa?

A. Hasan              : Tuan ada mempunyai aqal, pikiran dan kemauan?

M. Ahsan              : Ada.

A. Hasan              : Bisakah Tuan membuktikan dengan panca Indera?

M. Ahsan              : Tidak bisa.

A. Hasan              : Bukan satu undang-undang ilmi dan bukan aqli bahwa tiap-tiap satu yang berbentuk itu penciptanya mesti berbentuk juga. Ada banyak perkara yang tidak berbentuk dibikin oleh yang berbentuk.

M. Ahsan              : Seperti apa?

A. Hasan              : Saya berkata-kata. Perkataan saya tidak berbentuk sedang saya sendiri yang menciptakannya, berbentuk. Bom atom berbentuk dan bisa menghancurkan semua yang berbentuk di sekelilingnya. Sedang aqal yang membikinnya tidak berbentuk. Kekuatan elektrik tidak benbentuk, tetapi bisa menghapuskan dan meleburkan semua yang berbentuk. Jadi, buat mengetahui sesuatu, tidak selamanya dapat dengan panca Indera, dan pencipta sesuatu yang berbentuk tidak selalu mesti berbentuk.

Kita kembali lagi kepada urusan panca Indera dan perhitungan. Gedung Al-Irsyad ini jadi sendirikah atau dibikin oleh manusia?

M. Ahsan              : Dibikin oleh manusia.

A. Hasan              : Dari mana Tuan tahu bahwa Gedung ini dibikin oleh manusia?

M. Ahsan              : Kita bis acari tukang yang membikinnya.

A. Hasan              : Bagaimana kalau tidak bisa bertemu? Saya rasa Tuan katakana Gedung ini dibikin orang lantaran Tuan lihat beberapa rumah yang sedang dibikin. Dan Tuan lihat ada beberapa persamaan antara rumah-rumah itu dengan Gedung ini dalam beberapa hal, lalu Tuan pastikan bahwa Gedung ini pun mestinya dibikin seperti rumah-rumah itu.

M. Ahsan              : Ya, betul begitu.

A. Hasan              ; Kalau begitu, Tuan tidak mengetahui dengan panca Indera akan pembikin Gedung ini, tetapi dengan perhitungan dan perbandingan.

M. Ahsan              : Ya, benar demikian.

A. Hasan              : Pena yang saya pegang ini jadi sendirikah atau dibikin?

M. Ahsan              : Dibikin.

A. Hasan              : Darimana Tuan tahu bahwa pen aini dibikin? Adakah pernah Tuan lihat orang bikin pen aini?

M. Ahsan              : Tidak.

A. Hasan              : Tuan tidak lihat, dan saya percaya tidak ada siapapun di majelis ini telah melihat orang bikin pena. Tuan berkata pen aini dibikin orang lantara Tuan pernah lihat orang bikin kursi, meja, bangku, terumpah, kasut dan lain sebagainya. Dari itu Tuan percaya bahwa lantaran pena pun satu barang, tentulah dibikin orang juga.

M. Ahsan              : Ya, betul demikian.

A. Hasan              : Kalau demikian, maka penetapan itu dengan perhitungan dan kepercayaan, bukan dengan panca Indera.

Kalau kita berjalan di satu belukar lalu berjumpa satu jam berkunci 24 jam dan sedang berjalan, tidakkah kita artikan bahwa jam itu kepunyaan seorang dan orang itu lalui tempat ini belumlampau 24 jam?

M. Ahsan              : Ya, betul.

A. Hasan              : Ini adalah dengan pengiraan dan perhitungan, bukan dengan panca Indera.

Ketika kita lihat di satu kebun tiba-tiba jatuh mati di hadapan kita seekor burung yang tembus dadanya dan berlumuran darah, bolehkan kita berkata bahwa sejumlah sel berkumpul dan berevolusi, lalu jadi anak panah atau peluru lalu menuju ke burung tersebut dan membunuhnya?

M. Ahsan              : Tidak bisa jadi. Mestinya ada yang memanah atau menembak burung itu.

A. Hasan              : Walaupun kita tidak lihat pembunuh itu, walaupun kita tidak lihat suara tembakan, tetapi tetap kita berkata bahwa burung itu mati ditembak atau dipanah. Karena kita tidak bisa menerima terjadinya sesuatu dengan tidak ada yang menyebabkannya.

M. Ahsan              : Ya, betul begitu.

A. Hasan              : Kalau seorang berkata, bahwa “tadi saya lihat behan-bahan sepeda seperti roda, ban luar, ban dalam, pedal, sadel, dan lainnya keluar dari took sepeda yang di pojok itu, lalu tersususn dan terpasang, lantas berjalan sendiri.” Atau orang itu berkata bahwa “di dalam perjalan tadi kesini saya bertemu sebuah sungai dengan tidak berjembatan, tiba-tiba pohon yang di tepi sungai itu roboh dan tumbang dengan sendiri, lalu terbelah balok-baloknya menjadi papan-papan, lantas tersusun papan-papan itu menjadi perahu yang saya naiki dan menyeberang kesini,” niscaya kita tolak mentah-mentah lantara aqal kita tidak mau menerima ada sesuatu benda bergerak dengan tidak ada penggeraknya, atau terjadi dengan tidak ada pembikinnya.

Bagaimana?

M. Ahsan              : Betul penolakan itu.

A. Hasan              : Di dalam dunia ini adakah negeri yang dinamai London, Washington, Moskow?

M. Ahsan              : Ada.

A. Hasan              : Apakah Tuan pernah ke negeri-negeri itu?

M. Ahsan              : Belum.

A. Hasan              : Maka darimana Tuan tahu adanya negeri itu?

M. Ahsan              : Dari orang-orang.

A. Hasan              : Bisa jadi di anatar orang-orang itu ada yang belum pernah kesana. Walaupun bagaimanapun keadaaanya, buat Tuan, adanya negeri-negeri itu, hanya dengan perantaraan percaya, bukan dengan panca Indera.

M. Ahsan              : Ya, betul begitu.

A. Hasan              : Pengakuan seseorang bahwa A bapaknya dan B ibunya, bukan dengan panca Indera, bukan dengan perhitungan, bahkan semata-mata dengan kepercayaannya.

M. Ahsan              : Ya, memang begitu.

A. Hasan              : Dari pembicaraan kita, ternyata ada terlalu banyak perkara yang kita terima dan akui adanya semata-mata dengan kepercayaan dan perhitungan, bukan dengan panca indera.

M. Ahsan              : Ya, betul.

A. Hasan              : Oleh itu, tentang adanya Tuhan, tidak usah kita minta bukti dengan panca Indera, tetapi cukup dengan perhitungan dan pertimbangan aqal sebagaimana kita akui adanya ruh, aqal, kemauan, pikiran, percintaan, kebencian dan lain-lain.

M. Ahsan              : Ya, saya terima.


Teruskan membaca artikel selanjutnya.


[1] Panca Indera ada lima: lihat dengan mata, dengar dengan telinga, cium dengan hidung, rasa denga lidah, pegang dengan tangan.

Saran Bacaan untuk Anda

Adab Murid dan Guru

Oleh: سعيد حوى   Murid memiliki adab dan tugas (wazhifah) lahiriyah yang banyak, di antara abab dan tugas seorang murid adalah tidak b...

Postingan Terpopuler