Sabtu, 19 Desember 2020

Bagaimanakah Ayat-ayat Qur'an itu Disusun?

 Tuan-tuan, para alim yang dirahmati Allah SWT, beberapa malam sabtu yang lalu kita bahas ulumul Qur’an. Terutama pada saat itu berkenaan dengan Nuzulul Qur’an hingga pada susunan dan penyusunan ayat-ayat dan surat-suratnya. Pertanyaan yang mencuat adalah adakah peran selain Allah dan nabi-Nya dalam penyusunan ayat-ayat dan surat-surat itu? Pertanyaan itu sebagaimana pertanyaan gugatan orang-orang Liberal dengan kajian hermeneutikanya, yaitu sebagai upaya dekonstruksi agama yang akhirnya akan meruntuhkan keyakinan bahwa Al-Qur’an sebagai Kalam Allah dan mukjizat-Nya yang tak terbantahkan.

 


Oleh karenanya, ini saya bagikan bagian dari buku The History of The Qur'anic Text - From Revelation to Compilation - Sejarah Teks Al-Quran - Dari Wahyu Sampai Kompilasinya – karyanya Tuan Guru Prof. Dr. M.Musthafa al A'zami, seorang cendekiawan kelahiran Mau, India. Seorang Ahli Hadis kontemporer yang dikenal dengan kajian kritisnya terhadap teori-teori para orientalis Islam dari Barat seperti Ignác Goldziher, David Margoliouth, dan Joseph Schacht.


Susunan Al-Qur'an

Dikutip tanpa modifikasi dari e-book

The History of The Qur'anic Text
- From Revelation to Compilation -
Sejarah Teks Al-Quran - Dari Wahyu Sampai Kompilasinya -
Prof. Dr. M.M al A'zami



i. Susunan Ayat ke dalam Surah

Diakui secara umum bahwa susunan ayat dan surah dalam Al-Qur'an memiliki keunikan yang luar biasa. Susunannya tidak secara urutan saat wahyu diturunkan dan subjek bahasan. Rahasianya hanya Allah Yang Mahatahu, karena Dia sebagai pemilik kitab tersebut. Jika seseorang akan bertindak sebagai editor menyusun kembali kata-kata buku orang lain misalnya, mengubah urutan kalimat akan mudah memengaruhi seluruh isinya. Hasil akhir tidak dapat diberikan pada pengarang karena hanya sang pencipta yang berhak mengubah kata-kata dan materi guna menjaga hak-haknya.

 

Demikian halnya Kitab Allah, karena Dia sebagai pencipta tunggal clan Dia sendiri yang memiliki wewenang mutlak menyusun seluruh materi. Al­Qur'an sangat tegas dalam masalah ini:

 

 إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ

"Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya". (QS. Al-Qiyaamah; 75: 17-19)


Maka guna menjelaskan isi kandungan ayat-ayat itu, Allah menugaskan Nabi Muhammad sebagai penerima mandat. Dalam hal ini Al-Qur' an memberi penjelasan,

 

بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

 

"Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan," (QS. An-Nahl; 16: 44)

 

Hak istimewa ini, Allah berikan wewenang atau hak otoritas pada Nabi Muhammad agar memberi penjelasan pada umatnya. Hanya Nabi Muhammad, melalui keistimewaan dan wahyu ketuhanan, yang dianggap mampu menyusun ayat-ayat ke dalam bentuk keunikan Al-Qur'an sesuai kehendak dan rahasia Allah. Bukan komunitas Muslim secara kolektif dan bukan pula perorangan memiliki legitimasi kata akhir dalam menyusun Kitab Allah. 

Kitab Al-Qur'an mencakup surah-surah panjang dan yang terpendek terdiri atas 3 ayat, sedangkan paling panjang 286 ayat. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad memberi instruksi kepada para penulis tentang letak ayat pada setiap surah. `Uthman menjelaskan baik wahyu itu mencakup ayat panjang maupun satu ayat terpisah, Nabi Muhammad selalu memanggil penulisnya dan berkata, "Letakkan ayat-ayat tersebut ke dalam surah seperti yang beliau sebut."[1] Zaid bin Thabit menegaskan, "Kami akan kumpulkan Al-Qur'an di depan Nabi Muhammad."[2] Menurut `Uthman bin Abi al-'As, Malaikat Jibril menemui Nabi Muhammad memberi perintah akan penempatan ayat tertentu.[3]

 

  • ’Uthman bin AM al-‘As melaporkan bahwa saat sedang duduk bersama Nabi Muhammad ketika beliau memalingkan pandangan pada satu titik dan kemudian berkata, "Malaikat Jibril menemuiku dan meminta agar menempatkan ayat ini:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran". (QS. An-Nahl; 16: 90)

pada bagian surah tertentu.[4]

 

  • AI-Kalbi melaporkan dari Abu Sufyan tentang Ibn ‘Abbas tentang ayat,


 
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ

"Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)". (QS. Al-Baqarah; 2:281)

 

Ia menjelaskan, "Ini adalah ayat terakhir yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Malaikat Jibril turun dan minta meletakannya setelah ayat ke dua ratus delapan puluh dalam Surah al-Baqarah."[5]

 

  • Ubbay bin Ka'b menjelaskan, "Kadang-kadang permulaan surah itu diwahyukan pada Nabi Muhammad, kemudian saya menuliskannya, dan wahyu yang lain turun pada beliau lalu berkata, "Ubbay! Tulislah ini dalam surah yang menyebut ini dan itu.' Dalam kesempatan lain wahyu diturunkan pada beliau dan saya menunggu perintah yang hendak diberi­kan sehingga beliau memberi tahu tempat yang sesuai dari suatu ayat.[6]
     
  • Zaid bin Thabit memberi penjelasan, "Sewaktu kami bersama Nabi Muhammad mengumpulkan Al-Qur'an kertas kulit beliau berkata, "Mudah-mudahan Sham mendapat berkah"[7] Kemudian beliau ditanya, 'Mengapa demikian wahai Nabi Allah?' Beliau menjawab, 'Karena para Malaikat yang Maha Rahman telah melebarkan sayap mereka kepada­nya."[8] Dalam hadith ini kita catat Nabi Muharnmad selalu melakukan pengawasan dalam pengumpulan dan susunan ayat-ayat Qur'an
     
  • Kita dapat melihat bukti yang sangat jelas bahwa bacaan surah dalam shalat lima waktu. Tidak boleh bacaan umum menyalahi urutan ayat-ayat yang telah disepakati dan tidak pernah terjadi peristiwa shalat berjamaah akan adanya perbedaan pendapat dengan imam tentang urutan ayat-ayat baik di masa Nabi Muhammad maupun sekarang. Nabi Muhammad kadang-kadang membaca satu surah sampai habis pada shalat jum'ah.[9]

 

Bukti lain dapat dilacak dari beberapa hadith yang mengatakan kepada sahabat telah mengenal permulaan dan akhiran surah-surah yang ada.

  • Nabi Muhammad memberi komentar kepada ‘Umar, "Akhir ayat-ayat dari Surah an-Nisa' akan dianggap cukup buatmu (dalam menyelesaikan masa]ah warisan). "[10]

 

  • Abu Mas'ud al-Badri memberi laporan bahwa Nabi Muhammad bersabda, 'Ayat terakhir dari Surah al-Baqarah dapat mencukupi bagi siapa saja yang membaca di waktu malam."[11]

 

  • Ibn `Abbas mengingatkan, "Sewaktu saya bermalam di rumah, Maimuna (istri Nabi Muhammad), saya mendengar beliau terbangun dari tidur lalu membaca sepuluh ayat terakhir dari Surah `Ali ‘Imran."[12]

 



[1] Lihat at-Tirmidhi, Sunan, no.3086; juga al-Baihaqii ii: 42, Ibn Hanbal, Musnad, i: 69, Abu Dawud, Sunan, i: 290; al-Hakim, al-Mustadrak, i:221, Ibn Hajar, Fathul Biri, ix: 22; Lihat juga Abu 'Ubaid, Fada'il, hlm. 280.

[2] Lihat at-Tirmidhi, Sunan, Manaqib:141, no.39 Lihat at-Tirmidhi, Sunan, Manaqib:141, no.39. Lihat at-Tirmidhi, Sunan, Manaqib:l41, no.3954; Ibn Hanbal, Musnad, v:185; al-Hakim, a!­Mustadrak, ii: 229.

[3] As-Suyuti, al-ltqan, i: 173.

[4] Ibn Hanbal, Musnad, iv: 218, no. 17947; Lihat juga as-Suydti, a!-Itqan, i:173.

[5] Al-Baqilani, al-lntisar, hlm. 176.

[6] Ibid. hlm. 176

[7] Syam adalah Suria, Yordania, dan Lebanon (Sekarang).

[8] Al-Baqilani, al-lntisar, hlm. 176-7.

[9] Muslim, Sahih, Jumu'a: 52.

[10] Muslim, Sahih, al-Fara'id: 9.

[11] Al-Bukhari, Sahih, Fada'il AI-Qur'an:10.

[12] Al-Bukhari, Sahih, al-Wudu':37; Muslim, Sahih, Mufassirin, no. 182. Untuk lebih jelasnya harap dilihat Muslim, Kitab al-Tamyiz, diedit oleh M.M. al-A'zami, hlm. 183-5.


Saran Bacaan untuk Anda

Adab Murid dan Guru

Oleh: سعيد حوى   Murid memiliki adab dan tugas (wazhifah) lahiriyah yang banyak, di antara abab dan tugas seorang murid adalah tidak b...

Postingan Terpopuler