Jumat, 11 Juni 2021

PLURALISME dan Anak Jadah Kapitalisme (Bagian I)

“Mari kita kembangkan Indonesia yang beragama, namun makmur dan cerdas. Kita bisa menjadi teladan bagi seluruh dunia dalam hal ini. Saya bermimpi, suatu saat, semua tempat ibadah di Indonesia akan terbuka untuk semua agama. (Roetting, 2021) Orang lalu bisa melakukan Yoga di Gereja, ataupun Sholat di Wihara, tanpa ada rasa risih ataupun takut. Kita melampaui obsesi tak sehat pada agama, dan menjadi bangsa yang tercerahkan.”  (Reza A.A. Wattimena - Mengapa Negara yang Terobsesi pada Agama Cenderung Miskin dan Terbelakang?)[1] 

 


Firman Allah SWT:

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (120) الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (121) }

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (Al-Baqarah: 120) Orang-orang Yahudi —juga orang-orang Nasrani itu— hai Muhammad, selamanya tidak akan senang kepadamu. Karena itu, tinggalkanlah upaya untuk membuat mereka senang dan suka kepadamu. Sekarang hadapkanlah dirimu untuk memohon rida Allah karena engkau telah mengajak mereka untuk mengikuti perkara hak yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu. (Tafsir Ibn Katsir – Tafsirfull light – chm)

حَدَّثَنِي سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ و حَدَّثَنَا عِدَّةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا أَبُو غَسَّانَ وَهُوَ مُحَمَّدُ بْنُ مُطَرِّفٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو إِسْحَقَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ نَحْوَهُ

Telah menceritakan kepadaku Suwaid bin Sa'id(1) telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Maisarah(2) telah menceritakan kepadaku Zaid bin Aslam(3) dari 'Atha bin Yasar(4) dari Abu Sa'id Al Khudri(5) dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian pasti kalian akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka." Dan telah menceritakan kepada kami beberapa orang(6) dari sahabat kami dari Sa'id bin Abu Maryam(7) Telah mengabarkan kepada kami Abu Gassan(8) yaitu Muhammad bin Mutharrif dari Zaid bin Aslam(3) melalui sanad ini dengan Hadis yang serupa. Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam Telah menceritakan kepada kami Abu Gassan Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Atha' bin Yasar -lalu dia menyebutkan Hadis yang serupa.- (https://carihadis.com/Shahih_Muslim/4822)

Hadis ini memiliki penguat sebagai berikut:

1.       Shahih Bukhari 3197

2.       Shahih Bukhari 6775

3.       Sunan Ibnu Majah 3984

4.       Musnad Ahmad 7990

5.       Musnad Ahmad 9443

6.       Musnad Ahmad 10230

7.       Musnad Ahmad 11372

8.       Musnad Ahmad 11415

9.       Musnad Ahmad 11462

Sanad Hadits:

(1) Suwaid bin Sa'id bin Sahal, Al Harawiy Al Hdatsaniy, Abu Muhammad, Tabi'ul Atba' kalangan tua, wafat tahun 240 H, hidup di Haditsah.

(2) Hafsh bin Maysarah, Abu 'Umar, Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan, wafat tahun 181 H, hidup di Syam.

(3) Zaid bin Aslam, Al 'Adawiy Al Qurasyiy, Abu Usamah, Tabi'in kalangan pertengahan, wafat tahun 136 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.

(4) Atha' bin Yasar, Al Hilaliy, Abu Muhammad, Tabi'in kalangan tua, wafat tahun 103 H, hidup di Madinah, wafat di Iskandariyah.

(5) Sa'ad bin Malik bin Sinan bin 'Ubaid, Al Khudriy Al Anshariy, Abu Sa'id, Shahabat, wafat tahun 74 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.

(6) Nama tidak diketahui.

(7) Sa'id bin Abi Maryam Al Hakam bin Muhammad bin Salim, Al Jamhiy, Abu Muhammad, Tabi'ul Atba' kalangan tua, wafat tahun 224 H, hidup di Maru.

(8) Muhammad bin Mutharrif bin Daud, At Taymiy Al Laitsiy, Abu Ghassan, Tabi'ul Atba' kalangan tua, hidup di Syam. (9) Zaid bin Aslam, Al 'Adawiy Al Qurasyiy, Abu Usamah, Tabi'in kalangan pertengahan, wafat tahun 136 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.

 

PLURALISME secara Etimology, Epistemology dan Filosofis[2]

Wikipedia menerangkan bahwa Pluralisme (bahasa Inggrispluralism), terdiri dari dua kata plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti paham atas keberagaman. Secara luas, pluralisme merupakan paham yang menghargai adanya perbedaan dalam suatu masyarakat dan memperbolehkan kelompok yang berbeda tersebut untuk tetap menjaga keunikan budayanya masing-masing.[1]

Berdasarkan Webster's Revised Unabridged Dictionary arti pluralisme adalah:

·         hasil atau keadaan menjadi plural.

·         keadaan seorang pluralis; memiliki lebih dari satu tentang keyakinan.

Pluralisme juga dapat berarti kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas), artinya, untuk hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, gologan, agama,adat, hingga pandangan hidup. Pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada pengakuan kebebasan beragama, kebebasan berpikir, atau kebebasan mencari informasi, sehingga untuk mencapai pluralisme diperlukan adanya kematangan dari kepribadian seseorang dan/atau sekelompok orang.

Sementara itu dalam buknya yang berjudul Sebuah Dunia yang Dilipat pada bab Abnormalitas dan Dekonstruksi Identitas di halaman ke 156, Yasraf Amil Piliang menerangkan bahwa “Pluralisme secara gamblang berarti “beraneka ragam hal untuk beraneka ragam orang”. Ia dicirikan oleh keanekaragaman yang kaya, yang mencerminkan kebebasan memilih sebagai ciri khas masyarakat demokrasi liberal Barat, permainan bebas, persilangan gaya dan hibriditas, yang menawarkan pengalaman baru yang menarik dan menggairahkan, lenyapnya hierarki dan oposisi biner. Secara politis, pluralism merupakan cermin filsafat liberalism yang didalamnya berbagai kecenderungan politik dan keagamaan dapat eksis secara harmonis. Ini berarti bahwa semua kecenderungan memiliki hak eksistensi dan legitimasi yang sama.”

Pluralisme, sebagaimana dilanjutkan Yasraf, lebih dari itu, memberi peluang bagi pemutarbalikan nilai, seperti yang dipertunjukkan subkultur. Gaya-gaya yang ditawarkan subkultur, kelompok feminis, atau kaum gay telah menjadkan abnormal menjadi normal, dan sebaliknya yang normal menjadi seakan-akan abnormal, dan ini pada gilirannya akan menantang perangkat normative yang berlaku, dan sekaligus integritas satu system yang berlaku.

Pluralisme dan Krisis Identitas Sosial

Meskipun beraneka ragam gaya dan kebudayaan dapat hadir secara bersamaan, saling tumpang tindih dan berinteraksi dalam masyarakat yang plural, ini tidak berarti bahwa semua kecenderungan dan perbedaan akan melebur dalam satu bentuk sinkretisme atau hibriditas. Sebaliknya, bagi kecenderungan-kecenderungan tertentu (fundamentalis, misalnya) meleburkan diri dengan pihak lain sama artinya menghancurkan identitas.

Dalam skala global, perbincangan mengenai identitas dalam era pluralism sekarang menjadi semakin kompleks, karena ia tidak saja diperebutkan dari front politis yang berbeda-beda akan tetapi juga atas dasar motivasi yang berbeda-beda. Satu system identitas dapat dikatakan dalam keadaan krisis apabila anggota suatu masyarakat mengalami suatu perubahan structural yang kritis bagi eksistensi dan kontinuitas identitas social mereka.

Habermas[3], melihat bahwa keutuhan atau bahkan krisis identitas sangat bergantung pada adanya integrasi social dan system normative yang memiliki legitimasi dan menjadi consensus dalam satu system social. Ia juga melihat bahwa ancaman terhadap keutuhan identitas justru lebih disebabkan oleh kelemahan structural satu system, yaitu lemahnya pengendalian nilai-nilai rasionalitas dan normative.

Lebih dari itu, pluralism tidak lebih dari alibi kapitalisme bagi terpeliharanya kontinuitas produksi komoditi dalam wacana kapitalisme global. Kapitalisme, berdasarkan pengertian ini tidak semata berarti beranekaragam hal untuk beranekaragam orang, dengan pengertian keterbukaan eksistensial bagi otonomi kebudayaan, dengan struktur dan system nilainya yang khas, melainkan lebih pada beraneka ragam kebudayaan untuk dijadikan komoditi global bagi konsumsi beranekaragam orang.

 



[2] Filsafat (dari kata Yunani φιλοσοφία, filosofia, arti harfiahnya "cinta akan hikmat dan"[1][2] ) adalah kajian masalah mendasar dan umum tentang persoalan seperti eksistensipengetahuannilaiakalpikiran, dan bahasa.[3] Istilah ini kemungkinan pertama kali diungkapkan oleh Pythagoras (c. 570–495 SM). Metode yang digunakan dalam filsafat antara lain mengajukan pertanyaandiskusi kritikaldialektik, dan presentasi sistematik. Pertanyaan filosofis klasik antara lain: Apakah memungkinkan untuk mengetahui segala sesuatu dan membuktikanya? Apa yang paling nyata? Para filsuf juga mengajukan pertanyaan yang lebih praktis dan konkret seperti: Apakah ada cara terbaik untuk hidup? Apakah lebih baik menjadi adil atau tidak adil (jika seseorang bisa lolos begitu saja)?[9] Apakah manusia memiliki kehendak bebas?

[3] Jurgen Habermas (lahir 18 Juni 1929) adalah seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman. Ia adalah generasi kedua dari Mazhab Frankfurt.[1] Jurgen Habermas adalah penerus dari Teori Kritis yang ditawarkan oleh para pendahulunya (Max HorkheimerTheodor Adorno, dan Herbert Marcuse). Teori Kritis yang dipaparkan oleh para pendahulunya berakhir dengan kepesimisan atau kebuntuan. Akan tetapi, Teori Kritis tidak berhenti begitu saja, Jurgen Habermas telah membangkitkan kembali teori itu dengan paradigma baru.


Saran Bacaan untuk Anda

Adab Murid dan Guru

Oleh: سعيد حوى   Murid memiliki adab dan tugas (wazhifah) lahiriyah yang banyak, di antara abab dan tugas seorang murid adalah tidak b...

Postingan Terpopuler