![]() |
Dari kiri ke kanan: Ust. Gilang Samudera, Ust. Faris Rizky Ramdhani, Ust. Saefullah, Ust. Marjan Tsakila. Foto kiriman dari Ust. Faris Rizky Ramdhani. |
WMG,
Sanggar Indah Banjaran – 04/10/2020 – Di Masjid Al-Hidayah telah
diselenggarakan acara talkshow yang menampilkan empat pemuda sebagai pembicara.
Acara talkshow ini sendiri digagas oleh tiga bidang, yaitu Bidang Kaderisasi,
Bidang Da’wah dan Bidang Pendidikan yang ternaung di bawah Pimpinan Jama’ah
Persatuan Islam Sanggar Indah Banjaran. Sedangkan yang menjadi panitia pelaksana
adalah para santri jenjang wustha PPI 338 dalam wadah Ikatan Remaja Masjid
Al-Hidayah.
Acara yang diberi tajuk Experience Sharing: Pemuda
sebagai Penopang Gerakan Tajdid yang berlangsung selama satu jam setengah ini mampu menghadirkan 24 remaja putera dan puteri ditambah beberapa unsur pemuda dan orang tua. Acara ini dipandu oleh moderator,
Ustadz Reza Fauzi Iskandar yang juga adalah mudirul ‘am PPI 338 dipandu secara
menarik dan atraktif sehingga para peserta nampak tidak bosan. Misalkan,
beberapa pembicara sebelum atau di tengah-tengah kesempatannya mengajak para
peserta untuk memainkan game. Bahkan, salah seorang pembicara sempat
memperdengarkan Mars Pemuda Persatuan Islam yang mampu membakar semangat para
peserta.
Pembicara dalam acara ini terdiri dari empat pemuda
dengan latar belakang yang berbeda. Hal demikian menjadi keuntungan,
sebagaimana yang diutarakan penggagas acara ini, dengan harapan dapat menjadi
warna yang menarik dan memberikan gambaran menyeluruh berkaitan dengan
tantangan yang dihadapi para pemuda dalam menopang gerakan tajdid.
Sebagaimana yang diungkapkan Ustadz Saepullah ketika beliau
mendapatkan kesempatan untuk berbicara. Ustadz Saepullah mengungkapkan, bahwa
tantangan itu bukan hanya diterima dari luar namun juga dari dalam. Ustadz
Saepullah yang berkiprah di PC. Persis Bojong Loa Kidul sebagai sekretaris ini
mengungkapkan bahwa setelah beliau selesai menamatkan pendidikan mualiminnya
pada sekitar tahun 2005, beliau mendapati bahwa masyarakat yang dihadapinya
adalah masyarakat urban yang heterogen yang memberi kesempatan sangat luas
untuk berbuat maksiat. Sehingga ia merasa kesulitan mendapatkan teman seiya
sekata untuk menegakkan kalimat Tauhid. Ditambah lagi dengan dukungan senior
dan para orangtua yang seakan-akan abai.
Mendapati tantangan itu, maka Ustadz Saepullah bersama
dengan teman-teman seiya sekatanya yang sulit ia temukan itu melancarkan
beberapa action yang mampu menarik perhatian baik dari luar ataupun dari dalam.
Untuk menarik para pemuda lain maka ia membentuk sebuah kelompok Nasyid dan
untuk merayu para senior dan para orangtua agar mendukung gerakannya maka ia memperlihatkan
kinerja yang baik di lingkungan masjid, misalkan dengan melakukan pengecatan
masjid, ikut membersihkan sarana ibadah dan sarana thaharah, membuat
perpustakaan dan ruang baca di masjid. Ustadz Saepullah mengutarakan bahwa “dengan
cara itu, Alhamdulillah, perhatian baik
dari luar pun dari dalam dapat diraih sehingga pergerakan pemuda dapat berjalan
lebih baik dan lancar.”
Lain lagi dengan Ustadz Marjan Tsakila. Beliau yang berasal dan bergerak di sebuah kampung bernama Cikundul dalam naungan PC. Pemuda Persis
Kutawaringin bersama "rengrengan"-nya merasa heran kampungnya yang dulu basis PERSIS semakin hari justru semakin luntur dan PERSIS menjadi minoritas di
kampungnya itu. Maka pemuda ditantang untuk memperbaiki keadaan itu meski
pemuda sendiri mengharapkan justru orangtualah yang harus bergerak pertama kali
untuk menyadarkan keadaan itu. Kemudian digelarlah kajian bagi pemuda untuk
menanamkan aqidah islamiyah dan pemuda juga bergerak di bidang-bidang
kemasyarakatan dari level karangtaruna hingga aparatur desa. Juga menciptakan
kegiatan-kegiatan yang dapat mengumpulkan massa sehingga dapat memiliki
kesempatan untuk menanamkan kesadaran pergerakan islamiyah. Ust. Marjan
mengungkapkan closing statement-nya bahwa “Da’wah itu bukan memukul tapi
merangkul.”
Sementara itu,
Ust. Faris Rizky Ramdhani mengemukakan bahwa pemuda adalah penopang
utama pergerakan tajdid. Dan sebagai penopang, selain harus memiliki ilmu yang kokoh
pemuda juga harus memiliki tubuh yang kuat juga kemampuan membela diri agar
bisa melindungi para ulama. Beliau mengungkapkan bahwa pemuda juga harus mampu
bergerak mandiri dan mengungkapkan bagaimana pengalamannya mengenal Pemuda
Persis dimulai sejak dia berumur 17 tahun ketika menimba ilmu di PPI 34 Cibegol.
Beliau berharap agar semua peserta acara talkshow bisa menjadi penerus
perjuangan tajdid Persatuan Islam.
Lain lagi dengan Ustadz Gilang Samudera, beliau yang
banyak bergerak dan bergaul di eksternal jam’iyyah mengungkapkan pengalamannya
bergaul bersama para pengusaha level lokal hingga nasional. Beliau mengatakan
bahwa “semua segi kehidupan harus kita da’wahi, kita harus menjadi sumber
pusaran tentang Islam, sumber refferensi tentang Islam dengan jalan
memperlihatkan keislaman kita.” Dengan gayanya yang khas dia tutup uraiannya
dengan kalimat “Kita bergaul dimanapun jadilah cerminan muslim yang baik.”(GMN)